* KALIMAT EFEKTIF *
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili gagasan pembicara atau penulis serta dapat diterima maksudnya/arti serta tujuannya seperti yang di maksud penulis /pembicara.Ciri-ciri kalimat efektif: (memiliki)
1. KESATUAN GAGASAN Memiliki subyek,predikat, serta unsur-unsur lain ( O/K) yang saling mendukung serta membentuk kesaruan tunggal.
Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum.
Kalimat ini tidak memiliki kesatuan karena tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan itu bukanlah subyek, melainkan keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan keterangan ditandai oleh keberadaan frase depan di dalam (ini harus dihilangkan)
2. KESEJAJARAN Memiliki kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-.Kalimat itu harus diubah :1. Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan2. Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
3. KEHEMATAN Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan melati terkandung makna bunga.Kalimat yang benar adalah:Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.
4. PENEKANAN Kalimat yang dipentingkan harus diberi penekanan.Caranya:• Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat.Contoh :1. Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain2. Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.• Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.Contoh :1. Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.2. Kami pun turut dalam kegiatan itu.3. Bisakah dia menyelesaikannya?• Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting.Contoh :Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.
• Menggunakan pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan.Contoh :1. Anak itu tidak malas, tetapi rajin.2. Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh.
5. KELOGISAN Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.Contoh :Waktu dan tempat saya persilakan.
Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ;Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.PELATIHANUbahlah kalimat-kalimat di bawah ini menjadi kalimat efektif!1. Seluruh siswa-siswa diharapkan harus mengikuti kerja bakti.2. Para siswa-siswa diharuskan hadir di sekolah.3. Dalam musyawarah itu menghasilkan lima ketetapan.4. Kegagalan proyek itu karena perancangan yang tidak mantap5. Yaitu tenun ikat yang khas Timor Timur.
* DIKSI *
Diksi, dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi berarti "pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan)”. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan. Setiap kata memiliki makna tertentu untuk membuat gagasan yang ada dalam benak seseorang. Bahkan makna kata bisa saja “diubah” saat digunakan dalam kalimat yang berbeda. Hal ini mengisyaratkan bahwa makna kata yang sebenarnya akan diketahui saat digunakan dalam kalimat. Lebih dai itu, bisa saja menimbulkan dampak atau reaksi yang berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda. Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa diksi memegang tema penting sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan dengan mengharapkan efek agar sesuai.Dari buku yang saya baca (Gorys Keraf :DIKSI DAN GAYA BAHASA (2002), hal. 24) dituliskan beberapa point – point penting tentang diksi, yaitu :• Plilihan kata atau diksi mencakup pengertia kata-kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.• Pi;ihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.• Pi;ihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
2. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Pilihan KataPemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni pertama, masalah ketepatan memiliki kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide. Kedua, masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut. Menurut keraf “Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembaca”. Masalah pilihan akan menyangkut makna kata dan kosakatanya akan memberi keleluasaan kepada penulis, memilih kata-kata yang dianggap paling tepat mewakili pikirannya. Ketepan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubunganungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya. Seandainya kita dapat memilih kata dengan tepat, maka tulisan atau pembicaraan kita akan mudah menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis atau pembicara. Mengetahui tepat tidaknya kata-kata yang kita gunakan, bisa dilihat dari reaksi orang yang menerima pesan kita, baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Reaksinya bermacam-macam, baik berupa reaksi verbal, maupun reaksi nonverbal seperti mengeluarkan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan yang kita ucapkan. Agar dapat memilih kata-kata yang tepat, maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan berikut ini.a. Kita harus bisa membedakan secara cermat kata-kata denitatif dan konotatif; bersinonim dan hampir bersinonim; kata-kata yang mirip dalam ejaannya, seperti :bawa-bawah, koorperasi-korporasi, interfensi-interferensi, danb. Hindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal yang belum diterima di masyarakat.c. Waspadalah dalam menggunaan kata-kata yang berakhiran asing atau bersufiks bahasa asing, seperti :Kultur-kultural, biologi-biologis, idiom-idiomatik, strategi-strategis, dan lain-laind. Kata-kata yang menggunakan kata depan harus digunbakan secara idiomatik, seperti kata ingat harus ingat akan bukan ingat terhadap, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi, takut akan bukan takut sesuatu.e. Kita harus membedakan kata khusus dan kata umum.f. Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.g. Kita harus memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
3. Fungs-ifungsi diksi ialah sebagai sarana mengaktifkan kegiatan berbahasa (komunikasi) yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan maksud serta gagasannya kepada orang lain. Sedangkan persuasi merupakan salah satu teknik mempengaruhi orang dengan menggunakan cara tertentu baik melalui ucapan maupun tulisan agar bersedia melakukan dengan senang hati, yang pada akhirnya dapat mengubah sikap dan perilaku orang tersebut.4. Diksi Dalam Kalimat Dan Cerita
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan cerita mereka. Dan diksi bukan hanya berarti Pilih-memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan gagasan/ menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dsb.Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-ungkapan individu atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi. Pilihan kata bukanlah masalah sederhana karena menyangkut persoalan yang bersifat dinamis, inovatif, & kreatif sejalan dengan perkembangan masy penunturnya. Penulis yang blm berpengalaman sangat sulit untuk mengungkapkan ide / gagasan & biasanya sangat miskin variasi bahasa. Akan tetapi, ada pula penulis yang sangat boros / tidak efektif menggunakan perbendaharaan kata, sehingga tidak ada isi yang terdapat di balik kata-katanya. Kata-kata atau istilah tidak hanya sekedar mengemban nilai-nilai indah (estetis), melainkan juga nilai-nilai filosofi dan pedagogis karena dapat digunakan penulis untuk menyimpan pesona makna yang terselubung / simbolis, sehingga untuk memahaminya diperlukan interpretasi & renungan-renungan yang dalam.Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna. Makna sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :a. Makna Leksikal dan makna Gramatikalb. Makna Referensial dan Nonreferensialc. Makna Denotatif dan Konotatifd. Makna Konseptual dan Makna Asosiatife. Makna Kata dan Makna Istilahf. Makna Idiomatikal dan Peribahasag. Makna Kias dan LugasRelasi adalah hubungan makna yang menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi) dan sebagainya. Adapun relasi makna terbagi atas beberapa kelompok yaitu :a. Kesamaan Makna (Sinonim)b. Kebalikan Makna (Antonim)c. Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)e. Kelebihan Makna (Redundansi)Agar usaha mendayagunakan teknik penceritaan yang menarik lewat pilihan kata maka diksi yang baik harus …• Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan / hal yang ‘diamanatkan’• Diperlukan kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan & kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi & nilai rasa pembacanya.• Pilihan kata yang tepat & sesuai hanya mungkin kalau penulis / pengarang menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan & mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas & efektif.
5. Diksi Dalam Puisi
Setiap penyair untuk mengutarakan apa yang terkandung dalam hatinya selalu terikat kepada kata-kata yang digunakannya. Seorang penyair akan mempunyai gaya yang berbeda dengan penyair lainnya dalam mengungkapkan buah pikiran yang akan dituangkan dalam karyanya. Penyair selalu berhati-hati dengan penggunaan kata-kata, karena pemilihan kata-kata sangat menentukan kepadatan dan kejelasan bahasa dalam karya puisi, dan memberi warna dalam karya puisi tersebut. Hal ini terjadi karena pilihan kata atau diksi selain mengandung arti yang tersirat, dan juga dapat menyentuh atau menggetarkan perasaan si pembaca atau penikmatnya. Penyair sering menggunakan diksi untuk membangkitkan imageri dalam melukiskan sesuatu dalam karya puisinya. Setiap orang tentu ingin menyampaikan perasaan dan pendapatnya dengan sejelas mungkin kepada orang lain. Kadang-kadang dengan kata-kata biasa belum begitu jelas menerangkan atau melukiskan sesuatu, maka dipergunakanlah persamaan, perbandingan serta kata-kata kias lainnya. Begitulah para penyair menggunakan diksi untuk memperjelas maksud serta menjelmakannya dalam karya puisi tersebut sehingga lebih menarik, bahkan dapat menyentuh serta mendebarkan perasaan si pembaca dan peminatnya.
Penyair, terutama yang masih mula-mula menggauli puisi, sering tergoda untuk memilih kata-kata, frasa, atau idiom yang indah-indah sebagaimana sering dijumpai dalam karya-karya sastra klasik, syair-syair lagu, atau kartu-kartu ucapan hari khusus, seolah-olah kata-kata tersebut serta-merta membuat sebuah sajak menjadi "indah". Estetika bahasa seolah diyakini dapat dicapai melalui penggunaan idiom-idiom yang klise tersebut, yang cenderung "berbunga-bunga". Efek estetik seakan menjadi satu-satunya yang penting dalam proses penciptaan puisi, sehingga rekan-rekan penyair yang muda pengalaman sering kali melupakan elemen-elemen lain yang tak kalah pentingnya dalam puisi.Terlalu terpaku pada polesan kosmetika sering beresiko memudarkan inner beauty, "kecantikan dalam", aura seseorang? Begitu pula puisi, ada "tenaga dalam" yang juga (lebih) perlu mendapatkan perhatian penyair. Diksi, sedikit banyak memegang peranan penting dalam memunculkan kekuatan-kekuatan sebuah karya puisi, baik secara fisik semisal unsur bunyi (musikalitas), keunikan komposisi, maupun secara nonfisik seperti picuan asosiasi makna yang terbangkit dalam benak dan hati pembaca, getar emosi tertentu atau bahkan debar spiritual yang tak terjelaskan yang dirasakan oleh seseorang seusai membaca sebuah karya.Diksi tentu tak bisa dilepaskan dari kosa kata. Agar seorang penyair mampu mengolah diksi, ia dituntut memiliki perbendaharaan kata yang cukup kaya serta upaya yang tekun dan tak kenal menyerah untuk mencari kemungkinan-kemungkinan bentukan komposisi kata yang unik, segar, dan menyarankan kebaruan pada kadar tertentu. Di dalam puisi setiap kata, frasa atau bahkan larik diupayakan untuk hadir dengan alasan yang lebih kuat dari pada sekedar untuk dekorasi semata. Sedapat mungkin kata-kata yang dipilih itu merangkum sebanyak mungkin tenaga potensial puitik, sehingga pada saatnya mampu memicu syaraf-syaraf puitik pembaca. Kata-kata yang dipilih dalam puisi sebaiknya bernas, telak, sekaligus enak didengar dan membekas dalam benak pembaca. Membekasnya sebuah ucap-ucapan dalam puisi ini bisa jadi dikarenakan idiom tersebut memiliki asosiasi tertentu yang membangkitkan emosi tertentu dalam diri pembaca, mungkin karena mengingatkannya pada pengalaman pribadinya sendiri, atau karena idiom tersebut memiliki keunikan tersendiri baik dalam hal bentuk atau bunyinya, kebaruannya, atau bahkan keusilannya "mengerjai" simpul-simpul syaraf puitik pembaca. Memperkaya diri dengan bacaan-bacaan lintas disiplin, wawasan bahasa lintas budaya, serta pengalaman berbahasa maupun pengalaman batin secara luas baik dari interaksi dengan orang lain, lingkungan maupun dengan diri sendiri adalah beberapa upaya yang dapat disebut guna mengasah kepekaan diktif seorang penyair.Kekuatan diksi dapat lambat laun dicapai melalui latihan-latihan empirik. Dari situlah mungkin dapat dimengerti mengapa setiap penyair dapat dikenali gaya ucapnya melalui diksi dalam rangkaian karya-karya puisinya. "Dikenali" di sini lebih bersifat intuitif ketimbang fisik karena seorang penyair yang baik akan selalu berusaha terus mencari dan menemukan idiom-idiom yang belum pernah dipakai, paling tidak oleh dirinya sendiri. Ini tentu akan mengurangi kemungkinan ditemukannya pengulangan-pengulangan dalam karyanya, sehingga "pengenalan" kita atas gaya ucap penyair tersebut akan lebih bersifat menduga-duga sembari merasakan efeknya alih-alih menunjuk pola-pola yang kasat mata, meski tak dapat dimungkiri kadang-kadang tanpa disadari (atau justru disengaja?) seorang penyair memang ada memiliki kata-kata atau frasa "favorit" yang cenderung muncul dalam sejumlah karyanya.Karya puisinya tetap mempunyai tujuan, dan pembacalah yang berusaha untuk menafsirkan isi sesuai dengan pokok persoalan yang dituangkan oleh penyair dalam sanjaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat pakar yang menyatakan, “membaca sanjak kita selalu menghadapi keadaan yang paradoksal. Pada suatu pihak sebuah sanjak, atau lebih luas sebuah karya sastra seni umumnya merupakan keseluruhan yang bulat, yang berdiri sendiri, yang otonom, dan yang boleh dan harus kita pakai dan tafsirkan sendiri. (Teeuw, 1980:11). Sesuai dengan judulnya, maka dalam kesempatan ini akan divas mengenai diksi dalam karya puisi. Tujuan dan pengaruhnya bagi pembaca/peminat puisi itu sendiri. Pokok persoalan dalam tulisan ini difokuskan pada pendayagunaan kata yakni ketepatan dan kecocokan untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal ini dapat kita lihat pada sanjak Chairil Anwar yang berjudul, “Cintaku Jauh di Pulau”, Sapardi Djoko Damono dalam sanjaknya yang berjudul, “Saat Sebelum Berangkat”, “Berjalan di Belakang Jenazah”, “Sehabis Mengantar Jenazah”, menggunakan ketepatan dan kecocokan kata-kata untuk membangun sanjaknya. Penulis memilih sanjak ini sebagai contoh pembahasan bukan berarti bahwa sanjak penyair yang lain tidak penting, tetapi karena keterbatasan waktu, tidak memungkinkan untuk membicarakannya/ mengkaji secara keseluruhan dalam waktu yang relatif singkat dalam kesempatan ini. Atas dasar uraian ini maka penulis memperkenalkan diksi dalam beberapa sanjak serta pengaruhnya membangun karya puisi itu sendiri.
6. Contah Serta Saran Pemilihan Kata Dalam Kalimat
Dalam dunia Broadcasting: tidak ada seorangpun yang mampu dengan jelas m’dengar sebuah kalimat yang terdiri lebih dari 20 kataSo, naskah siaran & berita yang kita buat harus ringkas & ramping - KISS Keep It Short and Simple.Sbl menulis kita memikirkan gagasan / ide secara utuh. Teknisnya, mulailah dengan membuat catatan ide, ketahui & pahami cerita dan peristiwanya, pikirkan, katakan dan tuliskan.Pa saat memikirkan ide tulisan, kita dapat membayangkan seperti akan bercerita kpd seseorang yang kita kenal yang sedang berada di hadapan kita. Sampaikanlah sesuatu yang akan kita ceritakan, & tuliskan persis seperti kita bercerita.
”Ringkaslah kalimat yang akan disampaikan, jgn boros kata-kata”• Bukan: Menteri keuangan menyatakan akibat dari langkah tersebut ialah akan meningkatnya kondisi keuangan sektor swasta & memberikan peningkatan terhadap kepercayaan bisnis & masyarakat secara umum
• Tetapi: Menteri keuangan mengatakan, langkah-langkah itu akan membantu keuangan sektor swasta
”Hindari pengulangan kata yang tidak perlu”• contoh: rencana yang akan datang, alasannya karena, ramai berbondong-bondong, maju ke depan, mundur ke belakang, peristiwa lalu yang telah dilewati dan sebagainya.
”Hindari penggunaan anak kalimat. Bahasa radio adalah bahasa tutur sehari-hari. Dalam berbicara, kita jarang menggunakan anak kalimat. Jika menemukan anak kalimat, pecahlah menjadi beberapa kalimat. Semakin sederhana struktur kalimat, akan semakin baik”.• Bukan: Rumania yang gaungnya mulai tenggelam sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, siap mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
• Tetapi: Sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, gaung Rumania seperti tenggelam. Namun, Rumania tetap bertekad mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
“Hindari mendahulukan kata kerja”• Bukan: Menuntut presiden SBY membubarkan Ahmadiyah, demonstran dalam gelombang besar berunjuk rasa di depan Istana Negara.
• Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
“Jgn menempatkan ‘kata kerja penting’ di akhir kal, karena pembaca berita biasanya menurunkan suaranya di akhir kalimat. Jika hal ini terjadi, makna kata kunci tadi akan hilang”.• Bukan: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut Ahmadiyah dibubarkan.
• Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
KesimpulanDiksi berarti “pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan)”.Diksi berfungsi sebagai sarana mengaktifkan kegiatan berbahasa (komunikasi) yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan maksud serta gagasannya kepada orang lainPemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni pertama, masalah ketepatan memiliki kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide. Kedua, masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut.
* EYD ( EJAAN YANG DISEMPURNAKAN ) *
Ejaan yang disempurnakan atau yang lebih dekenal dengan singkatan EYD adalah ejaan yang mulai resmi dipakai dan digunakan di Indonesia tanngal 16 agustus 1972. Ejaan ini masih tetap digunakan hingga saat ini. EYD adalah rangkaian aturan yang wajib digunakan dan ditaati dalam tulisan bahasa indonesia resmi. EYD mencakup penggunaan dalam 12 hal, yaitu penggunaan huruf besar (kapital), tanda koma, tanda titik, tanda seru, tanda hubung, tanda titik koma, tanda tanya, tanda petik, tanda titik dua, tanda kurung, tanda elipsis, dan tanda garis miring.
1. Penggunaan Huruf Besar atau Huruf Kapita
la. Huruf pertama kata ganti "Anda"- Ke mana Anda mau pergi Bang Toyib?- Saya sudah menyerahkan uang itu kepada Anda setahun yang lalu untuk dibelikan PS3.
b. Huruf pertama pada awal kalimat.- Ayam kampus itu sudah ditertibkan oleh aparat pada malam jumat kliwon kemarin.- Anak itu memang kurang ajar.- Sinetron picisan itu sangat laku dan ditonton oleh jutaan pemirsanya sedunia.
c. Huruf pertama unsur nama orang- Yusuf Bin Sanusi- Albert Mangapin Sidabutar- Slamet Warjoni Jaya Negara
d.Huruf pertama untuk penamaan geografi- Bunderan Senayan- Jalan Kramat Sentiong- Sungai Ciliwung
e. Huruf pertama petikan langsung- Pak kumis bertanya, "Siapa yang mencuri jambu klutuk di kebunku?"- Si panjul menjawab, "Aku tidak Mencuri jambu klutuk, tetapi yang kucuri adalah jambu monyet".- "Ngemeng aja lu", kata si Ucup kepada kawannya si Maskur.
f. Huruf pertama nama jabatan atau pangkat yang diikuti nama orang atau instansi.- Camat Pesanggrahan- Profesor Zainudin Zidane Aliudin- Sekretaris Jendral Departemen Pendidikan Nasionalg. Huruf Pertama pada nama Negara, Pemerintahan, Lembaga Negara, juga Dokumen (kecuali kata dan).- Mahkamah Internasional- Republik Rakyat Cina- Badan Pengembang Ekspor Nasional.