MAKALAH
SEJARAH SASTRA PERIODE 1961 SAMPAI SEKARANG
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Sejarah Sastra
Dosen : Teti Gumiati, Dra, M.Pd
Kelompok : V
Disusun oleh : 1. Ai Nurhayati ( 2108090040 )
2. Indra Taufik H ( 2108090136 )
3. Teni Setiani ( 2108090278 )
4. Rismayasari ( 2108090249 )
5. Nita Hermawati ( 2108090328 )
6. Riris Risnawati (2108090247 )
Program Studi :
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2010
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr,Wb.
Puji dan Syukur seraya kita panjatkan kehadirat Alloh SWT tuhan semesta alam, karena kudrot dan irodatnya kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Sejarah Sastra Periode 1961 Sampai Sekarang”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw kepada keluarganya, para sahabatnya, serta kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Tidak lupa ucapan rasa terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam pembuatan makalah ini. Sehingga pembuatan makalah ini bisa berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada halangan suatu apapun .
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis dalam menganalisis Sejarah Sastra Periode 1961 Sampai Sekarang.
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan penulis, kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah ini,
Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamualaikum Wr,Wb.
Ciamis, 21 April 2010
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sastra Angkatan Tahun 1961-Sekarang
Pengarang-Pengarang pada angkatan 1961-sekarang selain sebagai sastrawan,juga sebagai politikusyang mempunyai pandangan dan kesadaran politik. Adanya perbedaan-perbedaan mengenai seni dan sastra pada perbedaan pendirian politik, mengakibatkan polemik-polemik yang terjadi antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) pada tahun 1950 yang menyangkut “seni untuk rakyat” dengan golongan yang menganut paham “seni untuk seni”. Sehingga pada tanggal 17Agustus 1963 diumumkan “manifes kebudayaan” yang disusun dan ditandatangani oleh sejumlah pengarang dan pelukis dari Jakarta.
1
BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH SASTRA TAHUN 1961-SEKARANG
2.1 Sastra dan Politik
Merupakan suatu kenyataan sejarah bahwa sudah sejak awal pertumbuhan sastrawan-sastrawan Indonesia menunjukkan perhatian yang serius kepada politik. Bahkan ada di antaranya yang kemudian lebih terkenal sebagai politikus. Demikian juga para pengarang pujangga baru ialah orang-orang yang aktif dalam dunia pergerakan nasional. Para pengarang pada awal revolusi bukanlah orang-orang yang bersifat a-politis. Seperti Chairil Anwar, Pramaedya Ananta Toer, Achdiat K. Mihardja, Mochtar Lubis merupakan orang-orang yang mempunyai pandangan dan kesadaran politik.
Perbedaan-perbedaan pandangan mengenai seni dan sastra yang berpangkal pada perbedaan-perbedaan pendirian politik, sudah sejak lama kelihatan dalam dunia sastra Indonesia. Pada awal tahun lima puluhan terjadi polemik yang seru juga antara orang-orang yang membela hak hidup Angkatan 45 dengan orang-orang yang mengatakan “Angkatan 45 sudah mampus” yang berpangkal pada suatu sikap politik.
2
3
Pada tahun 1950 berdirilah di Jakarta Lembaga Kebudayaan Rakyat yang kemudian lebih terkenal dengan sebutan Lekra. Lekra dengan tegas menganut “seni untuk rakyat” dan menghantam golongan yang menganut paham “seni untuk seni.
.Dalam gelanggang percaturan politik PKI makin kuat kedudukannya. Tahun 1959 Soekarno mendekritkan UUD 1945 berlaku lagi dan mengajukan “Manifesto Politik” (Manipol) sebagai dasar haluan negara. Manipol memberikan ruang gerak kepada PKI untuk merebut tempat-tempat dan posisi-posisi penting untuk merebut kekuasaan.
Lekra melakukan teror terhadap orang-orang dan golongan yang dianggapnya tidak sepaham. Dalam bidang sastra satu persatu pengarang yang mempunyai paham berbeda dengan mereka, dihantam dan dimusnahkan. Sutan Takdir Alisjahbana yang politis menjadi anggota partai yang dibubarkan (PSI) dan Hamka (Masyumi) menjadi sasarannya. Buku-buku mereka dituntut supaya dilarang dipergunakan.
2.2 Manifes Kebudayaan dan Konferensi Karyawan Pengarang Se Indonesia
Tanggal 17 Agustus 1963 diumumkan “Manifes Kebudayaan” yang disusun dan ditandatangani sejumlah pengarang dan pelukis Jakarta, antara lain H.B Jassin, Trisno Sumardjo, Wiratmo Soekito, Zaini, Goenawan Mohamad, Bokor Hutasuhut, Soe Hok Djin, dan lain-lain.
4
Manifes Kebudayaan:
- Kami para seniman dan cendekiawan Indonesia dengan mengumumkan sebuah manifes kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita dan politik kebudayaan nasional kami.
- Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sektoral kebudayaan di atas sektor kebudayaan lain. Setiap sektor berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.
- Dalam melaksanakan kebudayaan nasional kami berusaha mencipta dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat diri kami sebagai bangsa Indonesia ditengah-tengahnya masyarakat bangsa-bangsa.
- PANCASILA adalah falsafah kebudayaan kami.
(Jakarta, 17 Agustus 1963.)
Manifes ini segera mendapatkan sambutan dari pelosok tanah air. Di pihak lain, manifes itu mempermudah Lekra beserta kampanyenya untuk menghancurkan orang-orang yang mereka anggap sebagai musuh. Namun, pihak manifes pun tidak tinggal diam mereka mempersiapkan konferensi pengarang yang mereka namakan-
5
Konferensi Karyawan Pengarang Se-Indonesia (KKPI). Konferensi ini berlangsung di Jakarta bulan Maret 1964, yang menghasilkan Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI). Tapi, sebelum PKPI berjalan, Soekarno (presiden saat itu) menyatakan manifes kebudayaan terlarang.
Sajak-sajak demonstrasi yang dikumpulkan Taufik Ismail dalam Tirani dan Benteng (tahun 1966) merupakan dari suatu periode sejak tahun 1966, terbit majalah Horison yang dipimpin Mochtar Lubis, H.B Jassin, Taufiq Ismail, Goenawan Mohamad, Arief Budiman, dan lain-lain. Akhir tahun 1967, majalah sastra dihidupkan kembali dengan pimpinan redaksi H.B jassin, terbit pula majalah cerpen dipimpin Kassim Achmad dan D.S Moeljanto. Sejak Juni 1968 terbit majalah Budaya Djaja yang dipimpin Ilen Surianegara dengan redaksi Ajip Rosidi dan Hariyadi S. Hartowardjojo.
2.3 Para Pengarang Lekra
Kumpulan sajak Sitor Situmorang yang berjudul “Zaman Baru” tahun 1962 diterbitkan oleh organ penerbitan Lekra. Kecuali ruangan kebudayaan dalam surat kabar partai “Harian Rakyat” yang dipimpin oleh NR. Bandaharo, Lekra mempunyai majalah “Zaman Baru” yang dipimpin oleh Rivai Apin. S. Anantaguna dan lain-lain. Beberapa bulan menjelang Gestapu, mereka menerbitkan harian “Kebudayaan Baru” yang dipimpin oleh S. Antaguna, yang dalam penerbitannya selalu dimuat sajak-sajak, cerpen-cerpen, esai-esai dan karangan-karangan lain baik asli maupun-
6
terjemahan karya para anggota Lekra atau bukan.
Paramoedya Ananta Toer yang merupakan salah seorang ketua lembaga seni sastra (Lekra) dan salah seorang anggota pleno Pengurus Pusat Lekra, memimpin ruangan kebudayaan lentera dalam surat kabar “Bintang” (timur) minggu yang resminya ialah koran Partindo.
Di antara golongan nama-nama baru yang untuk pertama kali menulis, ada juga nama-nama yang sudah dikenal sebagai pengarang yang kemudian masuk Lekra. Nama-nama yang sudah dikenal itu antara lain Rivai Apin, S. Rukiah, Kuslan Budiman, S. Wisnu Kontjahjo, Sobron Audit, Utuy T. Sontanz Dadang Djiwapradja, paramoedya Ananta Toer dan lain-lain. Di antara para penulis yang namanya sejak mulai muncuk selaku dalam lingkungan Lekra ialah A.S, Dharta Bachtiar Siagin, bakri Siregar, Hr. Bandaharo, F.L. Risakorta, Zubir A.A, A. Kohor Ibrahim, Amarzam Ismail Hamid, S. Anantaguna. Again Wispi, Kusni Sulang, B.A Simanjuntak, Sugiarti Siswandi, Hadi S dan lain-lain.
AS Dharta alias Kelana Asmara, alias Klara Akustia alias Yogaswara alias Garmaraputra dan sejumlah alias lagi nama sebenarnya ialah Rodji, lahir di Cibeber, Cianjur tanggal 7 Maret 1923. Ia seorang pendiri Lekra dan menjadi sekretaris jenderalnya yang pertama, ia pernah menjadi anggota konstitutuante sebagai wakil PKI dan dipecat oleh Lekra. Sajak-sajaknya diterbitkan dengan judul “RangsangDetik” tahun 1957 dan karangan-karangan Polemis dengan H.B Jassin.
7
Bachtiar Siangin banyak menulis Sanoiwara, ia menerbitkan beberapa buku sandiwara, diantaranya Lorong Belakang (1950). Agam Wispi lahir di Idi, Aceh tahun 1934. Mula-mula menulis cerpen dan sajak, kemudian esai dan bentuk-bentuk sastra lain. Sejumlah sajaknya dimuat juga dalam berbagai penerbitan bersama yang dikumpulkan dalam “sahabat” (1959).S.
Anantaguna (lahir di Klaten tanggal 9 Agustus 1930) mula-mula menulis sajak-sajak tetapi kemudian menulis juga cerpen dan karangan-karangan lain. Sajak-sajak yang diterbitkan dalam kumpulan “yang Bertanah Air Tapi Tidak Bertanah” (1964).
Sobron Aidit lahir di Belitung 2 Juni 1934 juga mula-mula hanya menulis sajak kemudian juga menulis cerpen dan roman. Sajak-sajak awal (sebelum ia aktif menjadi anggota Lekra) sebagian dimuat dalam kumpulan bersama Asip Rosidi dan S.M. Ardan berjudul “Ketemu di Jalan” (1956). Sejumlah sajaknya dibukukan dalam palang bertempur (1959) sedangkan cerpen dan novel revolusinya diterbitkan dengan judul Derap Revolusi (1962).
Hadi S. yang nama panjangnya ialah Hadi Sosrodanukusumo terutama menulis sajak yang sebagian telah diterbitkan dengan judul “Yang Jatuh dan Yang Tumbuh” (1954).Penyair Lekra diantara yang muda ialah Amarzan Ismail Hamid (lahir ?) yang kadang-kadang juga menulis cerpen dan esai.
8
2.4 Para Pengarang Keagamaan
Beberapa buku kumpulan sajak dan cerita-cerita karangan para pengarang Kristen yang pernah diterbitkan antara lain “Kidung Keramahan” (1963) kumpulan sajak Soeparwata Wiraatmdja ‘Hari-hari Pertama oleh Gerson Poyk, dan kumpulan sejak malam sunyi (1961) dan basah dan peluh (1962) kedua-duanya buah tangan Fridolin Ukur.
Buku-buku karya sastra yang bernafaskan agama Islam tidaklah diterbitkan oleh lembaga-lembaga atau badan-badan yang ada sangkut pautnya dengan lembaga-lembaga kebudayaan itu kumpulan-kumpulan cerpen dan roman. Kumpulan cerpen dan roman Djamil Suherman yang berdujul “Umi Kalsum” dan “Perjalanan Ke Akhirat” diterbitkan oleh penerbit Nusantara. Kumpulan sajak M. Saribi Afn “Gema Lembah Cahaya” (1964) diterbitkan oleh Pembangunan. Dan kumpulan sajak delapan orang penyair Islam yang berjudul “Manifes” (1963 diterbitkan oleh penerbit Tintamas)”.
Sementara itu orang-orang Katolik mempunyai sebuah majalah bulanan kebudayaan umum yang terbit di Yogyakarta, basis yang terbit sejak tahun 1951, tetapi baru pada paruh kedua tahun lima puluhan memberikan perhatian dan tempat yang lebih banyak buat masalah sastra dan karya-karya sastra.
9
2.5 Sajak-Sajak Perlawanan Terhadap Tirani
Para pengarang dan penyair pun turut serta secara aktif dengan cara menulis sajak-sajak perlawanan terhadap tirani. Diantaranya adalah Tirani dan Benteng oleh Taufiq Ismail, perlawanan oleh Mansur Samin, Mereka Telah Bangkit oleh Bur Rasuanto, Pembebasan oleh Abduk Wahid Sitomorang, Kebangkitan oleh lima penyair mahasiswa Fakultas Sastra, Ribeli yang ditulis oleh Aldiah Arifin, Djohan A. Nasution dan dua pengaduan Lubis, dan sajak-sajak yang lain.
Yang paling penting adalah kumpulan sajak Tirani yang tercetak pada tahun 1966 dan Benteng tahun 1968. Adanya protes sosial dan politik dalam sajak itu menyebabkan H.B. Jassin memperoklamasikan lahirnya ‘Angkatan 66” dalam majalah Horison (1966), yang mengatakan bahwa khas pada hasil-hasil kesusastraan 66 ialah protes sosial dan protes politik. H.B. Jassin mengatakan bahwa pengarang yang masuk “Angkatan 66” adalah mereka yang pada tahun 1945 berumur kira-kira 6 tahun dan pada tahun 1966 berumur 25 tahun, mereka adalah Ajip, Rendra, Yusach Ananda, Bastari Asnin, Hartoyo Andangdjaja, Mansur Samin, Sarbini Afn, Goenawan Mohammad. Indonesia O’Galelano, Taufiq Ismail, Navis, Soewardi Idris, Djamil Suherman, Bokar Hulasuhut”. Terhadap ‘Angkatan 66’ ini timbul berbagai reaksi Rachmat Djoko Pradopo di Horison (1967) menyambut ‘Angkatan 66” sastra Indonesia dengan baik, sedangkan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan Arief Budiman lebih menyukai nama ‘Angkatan Manifes (Kebudayaan)”.
10
2.6 Beberapa Pengarang
B. Soelarto Lahir tanggal 11 September 1936 di Purwarejo. Ia menulis cerpen yang penuh dengan protes dan ejekan dan hanya catatan-catatan mengenai situasi politik dan sosial. Dramanya yang berjudul Domba-Domba Revolusi mendapat reaksi dari orang-orang Lekra. Kemudian drama itu ditulis dalam bentuk novel yang berjudul Tanpa Nama oleh Nusantara tahun 1963. Balai Pustaka juga menerbitkan sramanya yang berjudul Domba-Domba Revolusi (1968).
Bur RasuantoLahir di Palembang, 6 April 1937. Ia menulis sajak, esai dan roman. Tahun 1967 ia pergi ke Vietnam menjadi wartawan Perang Harian Kami. Cerpen-cerpennya dikumpulkan dalam Bumi Yang Berpeluh (1963) dan Mereka Akan Bangkit (1964). Sajak-sajaknya berjudul Mereka Telah Bangkit diterbitkan dengan stensil. Romannya berjudul Sang Ayah (1969), dan Manusia Tanah Air.
A. Bastari Asnin Lahir tanggal 29 Agustus 1939 d Muara Dua, Palembang. Ia bekerja sebagai anggota redaksi Harian Kami. Cerpen-cerpennya diterbitkan berupa buku dalam dua kumpulan yaitu Ditengah Padang dan Laki-Laki Berkuda.
Satyagraha Hoerip Soeprobo Lahir di Lamongan 7 April 1934, ia banyak menulis cerpen dan esai tentang kebudayaan. Romannya Sepasang Suami Istri melukiskan kehidupan seorang suami politikus. Ia juga pernah menulis buku berupa
11
cerita wayang berjudul Resi Bisma. Tahun 1969, ia muncul sebagai editor sebuah buku Antologi Eser Sekitar Persoalan-Persoalan Sastra yang memuat esai karya Asrul Sani, Iwan Simatupang, Goenawan Mohamad, Arief Budiman, dan lain-lain.
Gerson PoykLahir di Namodale, Pulau Roti, 16 Juni 1931. Buku pertamanya sebuah roman pendek berjudul Hari-Hari Pertama (1964). Ia menjadi wartawan surat kabar Sinar Harapan, Jakarta. Pengarang-pengarang kita seperti Fas Siregar menerbitkan kumpulan cerpen berjudul Harmoni dan roman Terima Kasih. LC. Bach menerbitkan sebuah riman yang berjudul hari Membaja. Djumri Obeng menerbitkan roman yang berjudul Dunia Belum Kiamat. Poernawan Tjonsronagoro menerbitkan Mendarat Kembali dan Mabuk Sake. Rosidi Amir menerbitkan Jalan yang Tak Kunjung Datat. Zen Rosidy menerbitkan cerpen berjudul Cinta Pertama. Tabrin Tahar menrbitkan Guruh Kering. Maria Madijah menulis roman Kasih di Medan Perang. Di majalah Sastra dan Horison juga ada beberapa pegnarang baru, misalnya Zulidahlan, Umar Kayam, Danarto, Muh. Fudali, Julius Sijaranamual, dan lain-lain yang belum mendapat kesempatan untuk mencetak cerpen-cerpen mereka menjadi buku.
2.7 Beberapa Penyair
Taufiq Ismail Lahir tahun 1937 di Bukit Tinggi dan dibesarkan di Pekalongan. Beliau mulai mengumumkan sajak-sajak, cerpen-cerpen dan esai-esainya
12
sejak tahun 1954. Baru pada awal tahun 1966 ia muncul ke permukaan ketika karyanya berjudul “Tirani” berisi sajak-sajak diumumkan di tengah-tengah demonstrasi para mahasiswa dan pelajar yang menyampaikan “Tritura”. Dalam karyanya ini, beliau memakai nama samaran Nur Fadjar. Sajak-sajak itu berjumlah 18 dan dituliskan dalam waktu seminggu, antara tanggal 20 dan 28 Februari 1966 dan diterbitkan pertama kali di Majalah Gema Psycholohi. Kali ini Taufiq sudah terang-terangan mengumumkan namanya sendiri. Antara tanggal 20 sampai 28 Februari 1966 di Jakarta terjadi peristiwa-peristiwa penting.
Peristiwa di Sekretariat negara (penembakan dan beberapa orang mahasiswa terluka) direkamkan dalam sajak ‘Sebuah Jaket Berlumur Darah’, ‘Harmoni’, ‘Jalan Segara’. Penembakan Arif Rahman Hakim direkamkan dalam sajak ‘Karangan Bunga’, Salemba’, ‘Percakapan Angkasa’, ‘Aviasi’, dan ‘Seorang Tukang Rambutan pada Isterinya’. Sajak-sajak yang dimuat dalam “Benteng” tak jauh beda dengan yang dimuat dalam “Tirani”. Hanya dalam Benteng pikiran sudah lebih banyak bivara. Dalam sajaknya ‘Rendezvous’, Taufiq yakin bahwa tugas yang ketika itu sedang dilakukannya ialah tugas sejarah yang tak bisa dielakkan. Maka tujuan dan cita-cita yang lebih terperinci dirumuskannya dalam ‘Yang Kami Minta Hanyalah’, ‘Refleksi Seorang Pejuang Tua’, ‘Benteng’, dan ‘Nasihat-nasihat Kecil Orang tua pada Anaknya Berangkat Dewasa’.
13
Contoh Sajak Karya Taufiq Ismail;
Siapakah Laki-laki yang rebah ditaman ini
Yang hanya bertanda pada matahari
Yang tak bercerita tentang rumah dan ank-anaknya
Yang berwasiat kepada lapar semesta kita?
Siapa laki-laki yang rebah ditaman ini
Tidak akankah aku mengerti
Ketika kita, seratus juta
Mengertinya tanpa makna
Goenawan Mohamad Goenawan lahir di Pekalongan tahun 1942 dikenal sebagai penulis esai yang tajam dan penuh dengan kesungguhan. Tetapi ia pun sebenarnya seorang penyair berbakat dan produktif. Sajak-sajaknya banyak tersebar dalam majalah-majalah. Sajak-sajak itu mempunyai suasana muram sepi menyendiri. Kesunyian manusia di tengah alam sepi tanpa kata banyak menjadi temannya, misalnya ‘Senja pun Jafi Kecil, Kota pun jadi Putih’ (Horison 1966). Tetapi, ia juga
14
menaruh perhatian kepada masalah-masalah sosial dan kehidupan sekelilingnya. Misalnya sajak ‘Siapakah Laki-laki yang Roboh di Taman ini ?’ (Basis 1964)
Penyair-penyair lain
Saini K.M (lahir di Sumedang pada tanggal 16 Juni tahun 1938) banyak menulis sajak-sajak yang dimuat majalah-majalah sekitar tahun enam puluhan. Selain itu, beliau juga menulis cerpen dan esai serta menerjemahkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya, bahasa Sunda. Kumpulan sajaknya “Nyanyian Tanah Air” (tahun 1968) memuat sepilihan sajak-sajaknya.
Sapardi Djoko Damono menulis sajak yang kesederhaan pengucapannya langsung menyentuh hati. Sajak-sajak yang ditulisnya tahun 1967-1968 diterbitkan akhir 1969 dengan judul “Duka Mu Abadi”. Wing Kardjo Wangsaatmadja (lahir di Garut pada tanggal 23 April 1937) sudah menulis sajak pertengahan tahun lima puluhan
Budiman S. Hartojo (lahir di Solo pada tanggal 5 Desember 1938) juga banyak menulis sajak-sajak dalam berbagai majalah. Demikian pula Piek Ardiajnto Suprijadi, Arifin C. Noer, Abdulhadi W.M, Indonesia O’Galelano, Sanento Juliman, Darmanto Jt, dan lain-lain.
15
2.8 Para Pengarang Wanita
Titie Said (Ny. Titie Raja Said Sadikun) adalah seorang wanita yang banyak menulis cerpen. Ia dilahirkan di Bojonegoro, 11 Juli 1935. Titie Said pernah menjadi anggota redaksi majalah Wanita. Cerpen-cerpennya kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul “Perjuangan dan Hati Perempuan” (1962). Sebagian besar dari cerpen-erpen yang dimuat dalam buku itu mengisahkan perjuangan dan perasaan hati perempuan. Cerpen-cerpennya “Maria” dan “Kalimutu” merupakan cerpen-cerpen terbaik yang dimuat dalam buku tersebut.
S. Tjahjaningsih muncul dengan sebuah kumpulan cerpennya “Dua Kerinduan” (1963). Kebanyakan cerpennya belum meyakinkan kita akan kematangannya. Yang dia berikan tidak lebih dari hanya harapan untuk masa depan.
Sugiarti Siswandi banyak menulis cerpen yang dimuat dalam lembaran-lembaran penerbitan Lekra. Kumpulan cerpennya “Sorga di Bumi” terbit tahun 1960. Disamping itu masih banyak lagi cerpen-cerpennya yang lain belum dibukukan.
Ernisiswati Hutomo banyak menulis cerpen yang antara lain dimuat dalam majalah Sastra. Tetapi belum ada yang dibukukan. Demikian juga dengan Titis Basino yang menulis cerpen dengan produktif dalam cerpen-cerpen Titis banyak dilukiskan sifat dan tabiat wanita yang kadang-kadang tak terduga, merupakan
16
misteri. Enny Sumarjo (lahir di Blitar pada tanggal 21 November 1943) terutama banyak mengumumkan buah tangannya berupa cerpen di daerah (Yogyakarta, Semarang). Kini ia telah menrbitkan sebuah roman berjudul “Sekeping Hati Perempuan” (1969).
Susy Aminah Aziz (lahir di Jatinegara tahun 1939) telah berhasil menerbitkan sejumlah sajaknya dalam kumpulan berjudul “Seraut Wajahku” (1961). Tetapi sajak-sajak itu tak lebih dari pada hanya menjanjikan kemungkinan saja, seperti juga dengan sajak-sajak Dwiarti Mardjono yang dimuat dalam majalah sastra.
Isma Sawitri dilahirkan di Langsa, Aceh, tanggal 21 November 1940. Sajak-sajaknya banyak dimuat dalam majalah Sastra, Indonesia dan majalah-majalah lain pada awal tahun enam puluhan. Kumpulan kwatrinnya yang diberinya berjudul “Kwatrin” terdiri dari lebih 100 buah, sedang menunggu penerbitannya. Sambil terus mengikuti kuliah di jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jakarta ia lama menjadi anggota redaksi surat kabar Angkatan Bersenjata, kemudian pindah ke Pedoman.
Toety Heraty Noerhadi yang kalau menulis mempergunakan Toety Heraty, dilahirkan di Bandung tahun 1934, baru mulai mengumumkan sajak-sajaknya pada tahun 1967 dalam Horison. Ia merupakan seorang sarjana psikologi yang disamping menulis sajak juga menulis esai.
17
2.9 Drama
Penulisan drama pada masa dulu lebih banyak dimaksudkan sebagai drama bacaan, sedang drama baru lebih erat hubungannya dengan pementasan. Para penulis drama kebanyakan ialah orang-orang yang aktif dalam bidang pementasan, baik sebagai sutradara maupun pemain. Contoh pengarang drama:
1.Mohamad Diponegoro seorang ketua group drama teater muslim di Yogyakarta. Contoh karyanya antara lain : Iblis, Surat pada Gubernur. Dia juga dikenal sebagai penulis cerpen dan penerjemah ayat-ayat
Alquran secara puitis. Namun sampai sekarang karnyanya belum diterbitkan.
2. M. Yunan Helmy Nasution ketua Himpunan Seniman Budayawan Islam(HSBI).
3. Saini K.M seorang penyair juga pemain teater Perintis Bandung.
4. B. Soelarto dengan karyanya Domba-domba Revolusi.
5. Arifin C. Noer aktif di teater Muslim dan group drama di Yogyakarta tahun 1968 dia pindah ke Jakarta dan membentuk Teater kecil.dua aktif sebagai sutradara dan pemain. Ia banyak menulis sajak, drama, kritik dan esai. Bahkan dramanya yang berjudul “Matahari di sebuah Jalan Kecil” dan “Nenek Tercinta” mendapat hadiah sayembara penulisan drama teater Muslim tahun 1963.
18
2.10 Esai
Pada angkata 45 para penulis esai dapat dihitung dengan jari. Setelah itu bermunculan penulis-penulis esai dan yang paling dikenal Iwan Simatupang. Dia banyak melontarkan gagasan-gagasan dan perspektif-prespektif baik. Namun esai-esai yang ada dalam malajah-majalah yang pertama memuatnya hampir semua terbenam. Kumpulan esai tentang persoalan sastra telah diterbitkan oleh Setyagraha Hoerip Soeprobo dengan judul “Antologi Esai sekitar persoalan Sastra (1969).
3.1 KARAKTERISTIK PENGARANG ANGKATAN 1961- SEKARANG
Salah satu ciri yang menonjol pada angkatan 1961- sekarang yaitu Seorang Pendiri Lembaga kebudayaan Rakyat (LEKRA) dan sebagai Sekretris Jenderal pertama yaitu A.S Dharta yang menganut paham “ Humanisme Universal” karena dianggap sebagai filsafat kaum borjuis kapalitas yang bobrok. Adapun pengarang seperti B.Soelarto ia menulis cerpen yang isinya penuh dengan protes dan ejekan mengenai situasi politik dan sosial pada waktu itu.
Serta lahirnya pengarang-pengarang lain seperti Saini, K.M sajak-sajaknya lebih mengetengahkan kepada cinta tanah air. Dan juga lahirnya penngarang wanita yang kemudian cerpen-cerpennya itu dikumpulkan dalam sebuah buku yang berjudul “ Perjuangan dan Hati Perempuan.
19
Drama pada angkatan 1961-sekarang lebih mengetengahkan kepada teater musim salah satunya adalah Moh.Diponegoro seorang ketua group drama teater muslim di Yogyakarta. Sedangkan para penulis essai pada angkatan 1961-sekarang banya k berunculan dibandingkan pada angkatan 45 salah satunya adalah Iwan Simatupang dia terkenal karena banya k melontarkan gagasan-gagasan serta perspektif-perspektif baik.
KESIMPULAN
Pengarang-pengarang pada angkatan tahun 1961-sekarang selain sebagai sastrawan, juga sebagai politikus yang mempunyai pandangan dan kesadaran politik. Salah satu ciri yang menonjol pada angkatan 1961-sekarang yaitu terbentuknya Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) pada tahun 1950, dan sebagai jenderal sekretaris yang pertama yaitu A.S Dharta. Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1963 diumumkan “Manifies Kebudayaan”yang disusun dan ditanda tangani oleh sejumlah pengarang dan pelukis sejakarta.
Serta lahirnya penyair-penyair lain seperti Saini K.M selain itu juga beliau menulis cerpen dan essai serta mentrrjemahkannya dalam bahasa indonesia dan bahasa sunda, salah satu kumpulan sajaknya yaitu “Nyanyian Tanah Air” ( 1968), dan juga lahirnya pengarang-pengarang wanita yang kemudian cerpen-cerpennya itu dikumpulkan dalam sebuah buku yang berjudul “Perjuangan hati dan Hati Perempuan.(1962).
Drama pada angkatan 1961-sekarang lebih mengetengahkan kepada teater musim salah satunya adalah Moh.Diponegoro seorang ketua group Drama Teater muslim di Yogyakarta. Sedangkan para penulis essai pada angkatan 1961-sekarang banyak berumunculan dibandingkan pada angkatan 45 salah satunya adalah Iwan Simatupang dia terkenal karena banyak melontarkan gagasan-gagasan serta perspektif-perspektif baik. 20
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
- Teni Setiani
- ciamis, jawa barat, Indonesia
- Motto hidup saya adalah "Tidak ada kata terlambat untuk bangkit, ayo berjuanglah !!!"
0 komentar:
Posting Komentar