MAKALAH
PERAYAAN
ULANG TAHUN DALAM HUKUM ISLAM
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Seminar Agama
Dosen
: A.Saefullah, Drs
Disusun
Oleh :
1.
Rahayu
Juwita (2108090228)
2.
Teni
setiani (2108090278)
3.
Yesi
Lisnawati (2108090330)
4.
Iim
Sukimah
(2108090125)
5.
Cepi
Bahtiar (2108090043)
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(FKIP)
UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ulang tahun merupakan moment bertambahnya umur
seseorang yang dilihat dari tanggal kelahiran masing-masing. Biasanya sebagian
orang selalu merayakan moment tersebut dengan berbagai hal (pesta). Dalam hal
ini pesta ulang tahun menjadi hal yang sudah biasa di mata masyarakat dari
berbagai kalangan, bahkan tradisi perayaan ulang tahun sudah mendunia sejak
lama.
1.2 Tujuan
Dibuatnya makalah mengenai hukum pesta ulang tahun
ini bertujuan untuk mengetahui secara lebih dalam bagaimana hukum sebenarnya
dalam islam mengenai pesta ulang tahun, yang biasanya sering terjadi
mitos-mitos yang kurang dipahami misalnya mitos yang mengatakan
bahwa ketika kita memakan kata-kata yang ada di atas kue, kata-kata tersebut
akan menjadi kenyataan. Jadi dengan memakan “Happy Birthday”
akan membawa kebahagiaan. Sementara pada umumnya sebagian besar dari sebuah
mitos dalam islam itu merupakan perbuatan syirik.
1.3 Masalah
Jika dilihat dari kasat mata pesta ulang tahun
seperti tidak mengandung masalah, namun jika dilihat secara lebih detail pesta
ulang tahun mempunyai unsur masalah terutama dalam hukum islam.
Dalam hal ini ada beberapa masalah yang ditimbulkan
dari perayaan ulang tahun, diantaranya sering kali pesta ulang tahun dibumbui
dengan berbagai acara salah satunya undian yang sebagian orang belum mengetahui
bahwa sebagian besar dari undian itu berjudi, pesta ulang tahun banyak
mengandung unsur yang berbau mitos, seringkali pesta ulang tahun digunakan
untuk ajang berlebih-lebihan baik dalam berpakaian, berdandan, dan berhias.
BAB
II
PEMBAHASAN
Islam
telah memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan haram, yaitu
dengan melepaskan hak tersebut dari tangan manusia, betapapun tingginya
kedudukan manusia tersebut dalam bidang agama maupun duniawinya, hak tersebut
semata-mata di tangan Allah.
Bukan
pastur, pendeta, raja dan sultan yang berhak untuk menentukan halal dan haram.
Barang siapa bersikap demikian, berarti telah melanggar batas dan menentang hak
Allah dalam menentukan perundang-undangan untuk umat manusia.dan barang siapa
yang menerima serta mengikuti sikap tersebut, berarti dia telah menjadikan
mereka itu sebagai sekutu Allah sedang pengikutnya disebut musyrik.
“Apakah mereka
itu mempunyai sekutu yang mengadakan agama untuk mereka, sesuatu yang tidak
diizinkan Allah?” (As-Syura:21)
Al-Quran
telah mengecap ahli kitab (yahudi dan nasrani) yang telah memberikan kekuasaan
kepada para pastur dan pendeta untuk menetapkan halal dan haram dengan
firmannya sebagai berikut:
“Mereka itu telah menjadikan para dan pendetanya sebagai tuhan selain
Allah; dan begitu juga Isa bin Maryam (telah dituhankan), padahal mereka tidak
diperintahkan melainkan supaya hanya berbakti kepada Allah tuhan yang Esa tiada
tuhan melainkan Dia, maha suci Allah dari apa-apa yang mereka sekutukan” (At-Taubah: 31)
2.1 Sejarah
Ulang tahun atau Milad (dalam bahasa arab) pertama kali
dimulai di Eropa. Dimulai dengan ketakutan akan adanya roh jahat yang akan
datang pada saat seseorang berulang tahun, untuk menjaganya dari hal-hal yang
jahat, teman-teman dan keluarga diundang datang saat sesorang berulang tahun
untuk memberikan do’a serta pengharapan yang baik bagi yang berulang tahun.
Memberikan kado juga dipercaya dapat memberikan rasa gembira bagi orang
yang berulang tahun sehingga dapat mengusir roh-roh jahat tersebut.
Merayakan ulang tahun merupakan sejarah lama. Orang-orang jaman dahulu
tidak mengetahui dengan pasti hari kelahiran mereka, karena waktu itu mereka
menggunakan tanda waktu dari pergantian bulan dan musim. Sejalan dengan
peradaban manusia, diciptakanlah kalender. Kalender memudahkan manusia untuk
mengingat dan merayakan hal-hal penting setiap tahunnya, dan ulang tahun
merupakan salah satunya.
2.2
Hal-hal yang
ada dalam ulang tahun
Banyak simbol-simbol yang diasosiasikan atau berhubungan dengan ulang
tahun sejak ratusan tahun lalu. Ada sedikit penjelasan mengapa perayaan ulang
tahun harus menggunakan kue. Salah satu cerita mengatakan, karena waktu dulu
bangsa Yunani menggunakan kue untuk persembahan ke kuil dewi bulan, Artemis.
Mereka menggunakan kue berbentuk bulat yang merepresentasikan bulan purnama.
Cerita lainnya tentang kue ulang tahun yang bermula di Jerman yang disebut
sebagai “Geburtstagorten” adalah salah satu tipe kue ulang tahun yang
biasa digunakan saat ulang tahun. Kue ini adalah kue dengan beberapa layer yang
rasanya lebih manis dari kue berbahan roti.
Simbol lain yang selalu menyertai kue ulang tahun adalah penggunaan lilin
ulang tahun di atas kue. Orang Yunani yang mempersembahkan kue mereka ke Dewi Artemis
juga meletakan lilin-lilin di atasnya karena membuat kue tersebut
terlihat terang menyala sepeti bulan (gibbons, 1986). Orang Jerman
terkenal sebagai orang yang ahli membuat lilin dan juga mulai membuat
lilin-lilin kecil, untuk kue mereka. Beberapa orang mengatakan bahwa lilin
diletakan dengan alasan keagamaan/religi. Beberapa orang jerman meletakan lilin
besar di tengah-tengah kue mereka untuk menandakan “Terangnya Kehidupan” (Corwin,1986).
Yang lainnya percaya bahwa asap dari lilin tersebut akan membawa pengharapan
mereka ke surga.
Saat ini banyak orang hanya mengucapkan pengharapan di dalam hati sambil
meniup lilin. Mereka percaya bahwa meniup semua lilin yang ada dalam satu
hembusan akan membawa nasib baik. Pesta ulang tahun biasanya diadakan supaya
orang yang berulang tahun dapat meniup lilinnya.
Ada juga mitos yang mengatakan bahwa ketika kita memakan kata-kata yang
ada di atas kue, kata-kata tersebut akan menjadi kenyataan. Jadi dengan memakan
“Happy Birthday” akan membawa kebahagiaan.
Pada pesta ulang tahun pertama kalinya, pesta diadakan karena orang
menduga akan adanya roh jahat yang mengganggu mereka. Jadi mereka mengundang
teman dan kerabat untuk menghadiri pesta ulang tahun mereka sehingga roh-roh
jahat tidak jadi mengganggu yang berulang tahun. Dalam pesta-pesta selanjutnya
banyak dari keluarga dan teman yang membawa kado atau bunga untuk yang berulang
tahun.
Ulang tahun dijadikan sebagai ajang untuk memamerkan sesuatu yang
berlebih-lebihan. Nabi Muhammad sendiri telah berusaha untuk memberantas
perasaan keterlaluan dengan segala senjata yang mungkin. Diantaranya ialah
dengan mencela dan melaknat orang-orang yang suka berlebih-lebih tersebut, yaitu
sebagaimana sabdanya “Ingatlah! Mudah-mudahan binasalah
orang-orang yang berlebihan itu”(HR. Muslim).
Islam juga menentang sikap berlebih-lebihan dalam berhias sampai kepada
suatu batas yang menjurus kepada suatu sikap merubah ciptaan Allah yang oleh
Al-Quran dinilai, bahwa merubah ciptaan Allah itu sebagai salah satu ajakan
setan kepada pengikut-pengikutnya, dimana setan akan berkata “Sungguh
akan kami pengaruhi mereka itu, sehingga mereka mau merubah ciptaan Allah”
(An-Nisa:119).
Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa dalam pesta ulang
tahun sering diadakan pengundian hadiah (dorprize), padahal hokum sebenarnya
dalam islam yang dinamakan undian (yaa nashib), adalah satu macam dari
macam-macam judi yang ada. Oleh karena itu tidak patut dipermudah dan
dibolehkan permainan tersebut dengan dalih bantuan sosial atau tujuan
kemanusiaan.
Orang-orang yang membolehkan undian untuk maksud-maksud di atas, tak
ubahnya denngan orang-orang yang mengumpulkan dana untuk tujuan di atas dengan
jalan mengadakan tarian haram dan seni haram.
“Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik”(HR.Muslim
dan Tarmizi)
2.3
Perlukah Umat Islam Merayakan Ulang Tahun
Pembahasan boleh tidaknya masalah ulang tahun seseorang atau organisasi
memang tidak disinggung secara langsung dalam dalil-dalil syar‘i. Tidak ada
ayat Al-Quran atau hadits Nabawi yang memerintahkan kita untuk merayakan ulang
tahun, sebagaimana sebaliknya, juga tidak pernah ada larangan yang bersifat
langsung untuk melarangnya. Sehingga umumnya masalah ini merupakan hasil
ijtihad yang sangat erat kaitannya dengan kondisi yang ada pada suatu tempat
dan waktu. Artinya, bisa saja para ulama untuk suatu masa dan wilayah tertentu
memandang bahwa bentuk perayaan ini lebih banyak mudharat dari manfaatnya.
Namun sebalik, bisa saja pendapat ulama lainnya tidak demkian, bahkan mungkin
ada hal-hal positif yang bisa diambil dengan meminimalisir dapak negatifnya.
Mengapa demikian? Karena memang tidak didapat nash yang secara sharih
melarang atau membolehkannya. Tidak terdapat dalam sunnah apalagi dalam
Al-Quran. Sehingga dalam satu majelis yang di dalamnya duduk para ulama,
perbedaan sudut pandang pun bisa saja terjadi, tergantung dari sudut pandang
mana seorang melihatnya.
2.4
Pendapat yang Mengharamkan
Sebagian ulama yang berfatwa mengharamkan perayaan ulang tahun,
berijtihad dari dalil-dalil yang bersifat umum. Misalnya, dalil-dalil yang
melarang umat Islam meniru-niru perbuatan orang-orang kafir.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: من تشبه بقوم فهو منهم
“Siapa
yang menyerupai suatu kaum, maka termasuk mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Kiranya para ulama itu memandang bahwa perayaan ulang tahun itu identik
dengan perilaku orang-orang kafir. Sehingga mereka mengharamkan umat Islam
untuk merayakannya secara ikut-ikutan.Selain itu, oleh sebagian ulama,
seringkali acara ulang tahun disertai dengan banyak kemaksiatan. Seperti
minuman keras, pesta musik, joget, dansa, campur baur laki-laki dan wanita.
Bahkan banyak yang sampai meninggalkan shalat dan kewajiban lainnya. Seringkali
juga pesta-pesta itu sampai melupakan niat utama, tergantikan dengan semangat
ingin pamer dan menonjolkan kekayaan. Sehingga menimbulkan sifat riya’ dan
sum’ah pada penyelenggaranya.
BAB III
PENUTUP
2.4 Saran
Ada beberapa pertimbangan Bila
kita ingin meletakkan hukum merayakan ulang tahun, kita harus membahas dari tujuan dan manfaat
yang akan didapat. Apakah ada di antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu
yang penting dalam hidup ini? Atau sekedar penghamburan uang? Atau sekedar
ikut-ikutan tradisi? Adakah sesuatu yang menambah iman, ilmu dan amal? Atau
menambah manfaat baik pribadi, sosial atau lainnya? Pertimbangan lain adakah dalam pelaksanaan
acara seperti itu maksiat dan dosa yang dilanggar?
Bila ternyata semua jawaban di atas positif, dan acara seperti itu
menjadi tradisi, apakah tidak akan menimbulkan salah paham pada generasi berikut
seolah-olah acara seperti ini harus dilakukan? Hal ini seperti yang terjadi
pada upacara peringatan hari besar Islam baik itu kelahiran, isra` mi`raj dan
sebagainya. Jangan sampai dikemudian hari, lahir generasi yang menganggap
perayaan ulang tahun adalah sesuatu yang harus terlaksana.
2.5 Simpulan
Ulang tahun merupakan moment bertambahnya umur seseorang yang dilihat
dari tanggal kelahiran masing-masing. Biasanya sebagian orang selalu merayakan
moment tersebut dengan berbagai hal (pesta).
Namun sebagian ulama berfatwa mengharamkan perayaan ulang tahun,
berijtihad dari dalil-dalil yang bersifat umum. Misalnya, dalil-dalil yang
melarang umat Islam meniru-niru perbuatan orang-orang kafir.
Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW: من تشبه بقوم
فهو منهم
“Siapa
yang menyerupai suatu kaum, maka termasuk mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Bila kita ingin meletakkan hukum merayakan ulang tahun, kita harus
membahas dari tujuan dan manfaat yang akan didapat. Apakah ada di
antara tujuan yang ingin dicapai itu sesuatu yang penting dalam hidup ini? Atau
sekedar penghamburan uang? Atau sekedar ikut-ikutan tradisi? Adakah sesuatu
yang menambah iman, ilmu dan amal? Atau menambah manfaat baik pribadi, sosial
atau lainnya? Pertimbangan lain adakah dalam pelaksanaan acara seperti itu maksiat
dan dosa yang dilanggar?
DAFTAR
BACAAN
Qardhawi,
Muhammad Yusuf. 1982. Halal dan Haram
dalam Islam. Surabaya. PT. Bina Ilmu
http://nitafitria.wordpress.com/
0 komentar:
Posting Komentar