RINGKASAN NOVEL LAYAR TERKEMBANG

Posted by : Teni Setiani di 20.10 0 Comments


TUGAS SINOPSIS NOVEL

Nama          : Teni Setiani
Nim            : 2108090278
Kelas          : 2 A
M K           : Pembelajaran Membaca
Prodi          : Bahasa dan Sastra Indonesia 










 








Judul Novel     : Layar Terkembang
Pengarang       : St. Takdir Alisjahbana
Halaman          : 166
Penerbit           : Balai Pustaka
Terbit               : Cetakan kedua puluh delapan Tahun 2000
Tokoh              :  - Tuti : Seorang wanita yang memiliki wawasan dan pemikiran                                    modern, ia mencoba menyamakan hak kaum wanita dengan                                     kaum pria
-          Maria : Adik Tuti yang sangat periang
-          Yusuf : Seorang pemuda terpelajar yang modern, ia adalah mahasiswa kedokteran sifatnya baik hati dan berbudi luhur
-          Supomo : Seorang pemuda terpelajar yang baik hati dan berbudi luhur

                           

Jalan Cerita     :
Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia dikenal sebagai seorang gadis yang pendiam teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan cenderung pendiam sangat berbeda dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang lincah dan periang. Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang asyik melihat-lihat akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu berlanjut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggap di Martapura, Sumatra Selatan. Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya Tuti dan Maria pulang. Bagi yusuf, pertemana itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selalu teringat kepada kedua gadis itu, terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak tertumpah. Menurutnya wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang selalu tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis.
Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun kemudian dengan senang hati menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal. Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak sudah bukan lagi hubungan persahabatan biasa. Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres Putri Sedar yang berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan emansipasi wanita. Suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.
Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura. Sesungguhnya ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan tanah leluhurnya, namun ternyata ia tak dapat menghilangkan rasa rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian, datang pula kartu pos dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya, surat Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama Rukamah, saudara sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang kekasih ke Bandung. Setelah mendapat restu ibunya, pemuda itu pun segera meninggalkan Martapura. Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua sejoli itu pun melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di sekitar air terjun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya kepada Maria.
Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Begitupun demikian pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat pula ia pada teman sejawatnya, Supomo. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya kepada Tuti.
Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan sabar. Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk meminta jawaban Tuti perihal keinginannya untuk menjalin cinta dengannya. Sungguhpun gadis itu sebenarnya sedang merindukan cinta kasih seseorang, Supomo dipandangnya bukan sebagai lelaki idamannya. Maka segera ia menulis surat penolakannya.
Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian diputuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Ternyata menurut keterangan dokter, Maria mengidap penyakit TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan agar Maria dibawa ke rumah sakit TBC di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat.Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima kenyataan.
Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini tampak makin akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun rupanya sudah tak dapat berbuat lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah tangga, Maria menghembuskan napasnya yang terakhir. “Alangkah bahagianya saya di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain”. Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria. Lalu sesuai dengan pesan tersebut Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya memang sudah tumbuh bersemi.


MEMBACA EKSPRESIF

Posted by : Teni Setiani di 19.53 1 Comments
RANGKUMAN MEMBACA
Sumber : MEMBACA EKSPRESIF
Oleh : Prof. DR. Henry Guntur Tarigan
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Membaca
Dosen : H. Yaya Sunarya, Drs



Disusun oleh : Teni Setiani ( 2108090278 )
Program Studi :

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2010
BAB I
PENGAJARAN MEMBACA BERDASARKAN TUJUAN

 Tujuan Pengajaran Membaca
Upaya untuk memanfaatkan keterampilan dasar dan tujuan tertentu sebagai sarana untuk meningkatkan pengajaran membaca jelas merupakan kecenderungan yang positif. Alasannya antara lain;
a) Pengenalan aneka tujuan dalam pengajaran membaca akan mendorong para guru untuk berperan sebagai fasilitator.
b) Penerimaan serta pengakuan terhadap pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada tujuan dalam pengajaran membaca dari pihak guru adalah sejalan dengan kecenderungan terhadap adanya pertanggungjawaban yang lebih besar dalam pendidikan.
kita dapat diyakinkan bahwa pada pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada tujuan dalam pengajaran membaca menetapkan dasar yang paling baik yang dapat dilaksanakan untuk menonstrasikan akuntabilitas/pertanggungjawaban dalam membaca. Para ahli pendidikan mengambil inisiatif untuk menggarap serta memanfaatkan pendekatan-pendekatan secara terperinci, maka akan memperoleh beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Mereka telah turut memberikan saham dalam menentukan tujuan yang realistis bagi diri mereka sendiri
2. Mereka akan tetap memdapatkan banyak kepercayaan untuk memenuhi kebutuhan bagi criteria relative kalau maksud dan tujuan tersebut mencerminkan kebutuhan sejak permulaan.
3. Mereka akan memeperoleh keyakinan bahwa keberhasilan itu merupakan satu sisitem yang sebenarnya akan menunjang peningkatan pribadi melalui diagnosis dan evaluasi.
Secara garis besar kegiatan membaca mempunya dua maksud utama, yakni;
A. Tujuan behavioral, disebut juga tujuan tertutup, ataupun tujuan instruksional
B. Tujuan ekspresif atau tujuan terbuka.
• Tujuan behavioral ini diarahkan pada kegiatan membaca antara lain:
a. Memahami makna kata ( Word attack )
b. Keterampian-keterampilan studi ( Study skills )
c. Pemahaman ( Comprehension ).
• Tujuan ekspresif terkandung dalam kegiatan-kegiatan:
a. Membaca pengarahan diri sendiri ( self-direct reading )
b. Membaca penafsiran, membaca interpreatif ( interpreative reading )
c. Membaca kreatif ( creative reading ).

 Tingkatan dan Aplikasi Tujuan
Kratwohl (1965 ) telah menggambarkan tiga tingkatan sebagai berikut:
1. pada tingkatan yang paling abstrak,tujuan-tujuan itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang luas dan umum yang;
a) Menentukan tujuan-tujuan bagi keseluruhan unit sekolah
b) Membimbing serta mengendalikan perkembangan program
c) Memperkenalkan bidang-bidang studi beserta wilayah-wilayah yang harus digarap.
2. pada tingkatan yang lebih kongkrit, tujuan-tujuan yang dinyatakan dalam istilah-istilah behavioral, adalah sangat tepat untuk menganalisis tujuan-tujuan umum menjadi tujuan-tujuan intruksional khusus.
3. pada tingktana yang paling khusus, tujuan-tujuan itu sedemikian eksplisitny sehingga memberikan suatu jalur khusus menuju pencapaian yang dinyatakan pada tingkatan kedua.



 Tujuan Behavioral
Tujuan behavioral adalah; sasaran atau hasil yang diinginkan dari proses belajar yang jelas-jelas dinyatakan oleh perilaku siswa, yaitu perilakau atau penampilan yang dapat diamati ( Montague & Butts; 1968 : 12 ).
Batasan yang lebih preskriptif adalah sebagai berikut:
1) kenalilah perilaku terminal dengan nama
2) cobalah membatasi perilaku yang diinginkan lebih lanjut dengan memberikan kondisi-kondisi penting, tempat perilaku tersebut diharapkan terjadi.
3) tentukanlah criteria penampilan serasi dengan cara melukiskan sampai seberapa baik sang siswa harus menampilkannya sehibgga dapat dianggap yang memadai.
( Marger, 1962 ).

 Keunggulan tujuan Behavioral
i. Untuk memperjelas maksud
ii. Membagi-bagi bobot
iii. Bisa menyusun hirarki ( urutan )dari mulai yang mudah, sedang dan sulit
iv. Memudahkan penilaian.

 Kelemahan tujuan behavioral
i. Proses pendidikan ( yang diterima di ) sekolah berjumlah jauh lebuh banyak dari apa penguasaan isi bobot
ii. Para individu mempunyai berbgai cara yang aneh-aneh untuk mengatur isi bobot
iii. Tujuan dapat menyebabkan penekananyang berlebihan pada keterampilan-keterampilan
iv. Bidangbidang isi bobot tertntu tidak membiarkan dirinya ikut terseret kepada pendekatan behavioral
v. Tujuan dapat dinyatakan dengan mengaitkannya dengan kenyataan-kenyatann dalam kelas
vi. Dampak yang tidak diinginkan mungkin sama saja banyaknya dengan hasil yang diharapkan.


 Tujuan Ekspresif
Tujuan ekspresif memriksa suatu pertemuan pendidikan , untuk:
a) Menetapkan situasi tempat para siswa
b) Menetapkan masalah yang hrus mereka pecahkan
c) Menentukan tugas yang harus mereka kerjakan.
Tujuan ekspresif member dorongan kepada snag guru dan siswa untuk menjelajahi, memeriksa, menunda, atau memusatkan perhatian kepada masalh-masalah yang benar-benar menarik serta yang sangat berpengaruh kepada sang pengamat atau penanya. Tujuan ekspresif lebih bersifat evokatif tinimbang prespiktif; lebih bersifat merangsang tinibang berseifat menentukan ( Eisner; 1969 : 20 ).









BAB II
MEMBACA PENGARAHAN DIRI

 Memilih Buku Bacaan
Pada membaca pengarahan diri, butir pertama adalah keterampilan memilih buku-buku bacaan serta pengembangan otomatisasi. Maksudnya adalah pengalihsandian yang otomatis atau bersifat segera, seketika juga.
Kita sebagai guru harus menyadari benar-benar bahwa melangkah sendiri serta memilih sendiri bahan-bahan bacaan merupakan dasar bagi falsafah membaca perorangan.
Secara ringkas tahap-tahap penekanan dibagi atas:
a) Mencari bahan-bahan bacaan
b) Memilih sendiri bahan yan telah dipilih
c) Melangkah sendiri membaca bahan yang telah dipilih ( Olson 1959 ).
Keunggulan praktek pemilihan sendiri bahan bacaan tentu saja dipengaruhi oleh beberapa faktor; antara lain:
1) Sang anak harus mempunyai beberapa minat yang ingin dikembangkan serta dijelajahinya lebih lanjut
2) Haruslah ada bahan-bahan bacaan yang tersedia yang dapat menjalin serta menyerasikan minatnya yang dapat dibacanya dengn bebas dan berdikari ( Heilman, 1972 : 391 ).

Bagi sejumlah siswa, upaya memilih sendiri itu jelas dapat ditingktkan serta diarahkan dengan bimbingan sang guru ( Heilman, 1972 : 392 ).
Agar sang guru dapat membimbing para siswa terampil memilih bacaan maka harus pula dijelaskan bahwa pada dasarnya bacaan itu terbagi atas :
a) Bacaan ilmiah
b) Bacaan sastra
Khusus mengenai bacaan sastra terlebih dahulu sang guru harus mengetahui prinsip-prinsip dasar sastra agar tepat guna antara lain:
a) Tujuan pengajaran sastra
b) Pengembangan apresiasi sastra
c) Criteria kualitas sastra anak-anak.
Mengenai tujuan pengajaran sastra pada tingkat sekolah dasar pada prinsipnya mencakup:
a) Memperkaya pribadi
b) Mengembangkan pandangan dan pengertian
c) Menyebarluaskan kebudayaan
d) Memupuk serta meningkatkan apresiasi membaca ( Greene & Petty, 1971 : 503 ).
Agar kita dapat mengembangkan serta meningkatkan apresiasisasi sastra para siswa, maka kita harus meningkatkan sejumlah keterampilan sebagai berikut:
A. Memahami tipe-tipe sastra:
a. Membedakan prosa dan puisi
b. Membedakan fiksi dan non fiksi
c. Mengenal cerita rakyat
d. Mengenal fiksi realistis
e. Mengenal fiksi historis
f. Mengenal fantasi.
B. Memehami komponen-komponen fiksi:
a. Mengenal struktur plot
b. Mengenal klimaks cerita
c. Mengenal gambaran dan perkembangan tokoh
d. Mengenal tema cerita
e. Mengenal latar
f. Melukiskan gaya bahasa pengarang
g. Mengenal sudut pandang ( point of view ).
C. Memahami komponen-komponen puisi:
a. Menentukan maksud pengarang
b. Mengevaluasi latar
c. Mengevaluasi alur
d. Mengevaluasi penokohan, karakterisasi
e. Mengevaluasi gaya penulisan
f. Mengevaluasi pandangan
g. Mengevaluasi tema. ( Harlin, 1980 : 412 3, cf. Huck & Kuhn , 1986 : 688 91 ).
Tujuan pengajaran sastra adalah: meningkatkan apresiasi sastra dengan demikian memungkinkan para siswa menikmatinya dengan lebih mantap dan lebih mesra.
Agar tujuan pengajaran sastra tercapai maka sang guru harus membimbing para siswa memilih serta membaca buku-buku yang bernilai serta sesuai dengan tingkatan kemampuan mereka.
Berikut ini dapat dipergunakan untuk menilai kualitas satra bacaan anak-anak:
A. Kriteria Buat Tokoh
a) Tokoh berperilaku seperti yang dilakukan oleh orng yang sebenarnya dalam situasi-situasi yang serupa.
b) Tokoh mencerminkan tindakan-tindakan orang-orang yang mereka perankan dalam cara, sikap, ujaran, dan perilaku.
c) Tokoh mempunyayi pribadi yang sama dengan orang yang diperankan
d) Tokoh mendemonstrasikan tingkah laku orang yang diperankannya dengan baik.
B. Kriteria Buat Alur.
a) Tindakan tidak dibuat-buat, tetapi dikembangkan secara lazim dari pribadi dan periaku sang tokoh
b) Terdapat gerakan yang lancer dari satu peristiwa satu keperistiwa berikutnya
c) Pembaca dapat menghubungkan pengalamannya pada kejadian dalam cerita itu
d) Terdapat cukup aksi dalam ketegangan yang mendukung/menarik minat.
C. Kriteria Buat Tema.
a) Hal cerita muncul dari peukisan tokoh, peristiwa, dan latar
b) Keadaan /hakekat cerita yang sebenarnya, diungkapkan melalui peristiwa-peristiwa lahiriah dan tindakan para tokoh
c) Gagasan-gagasan biasa disajikan dengan penuh keaslian
d) Cerita menyajikan gagasan-gagasan yang bermanfaat untuk dipertimbangkan oleh para pembaca.
D. Kriteria Buat Gaya Bahasa
a) Penggunaan bahasa pengarang dipengaruhi oleh sifat-sifat para tokoh dan peristiwa
b) Jalan bahasanya lancar dan lumrah sehingga anak-anak mudah membaca cerita tersebut
c) Pemerian-pemerian bertele-tele dan ulangan-ulangan yang terlalu sering dihindari dan dihilangkan
d) Gaya dan cara penulisan bersifat imajinatif, hidup, memikat, dan asli. Jadi tidak menjemukan serta membosankan pembaca. ( Huus ; 1986 : 31-2 ).

 Kecepatan Membaca
Faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca; antara lain:
a) Tingkat kesulitan bahan bacaan
b) Keakraban dan rasa ingin tahu terhadap pokok permasalahan
c) Kebiasaan-kebiasaan membaca ( Farr & Roser, 1979 : 357 ).
Apabila sang anak telah mempelajari bahwa ada beberapa tujuan serta berbagai alasan untuk membaca, maka pada dasarnya dia siap untuk membaca dengan mempergunakan teknik antara lain:
a) Skimming atau membaca sekilas
b) Scanning atau membaca sepintas
c) Close reading atau membaca teliti.

 Membaca Sekilas ( Skimming ).
Membaca sekilas adalah; suatu tipe membaca dengan cara meliputi atau mejelajah bahan bacaan secara cepat agar dapat memetik ide-ide utama.
Berbagai alasan membaca sekilas, antara lain:
a) Menemukan sepenggal informasi khusus dalam suatu alinea, paragraph, kutipan, atau acuan
b) Memetik secara cepat ide pokok dan butir-butir yang amat penting dari bacaan
c) Memeriksa apakah bahan itu dapat diloncanti / dilampaui saja, / memang harus dipetik karena sangat penting ( Judson 1927 : 144 ).
d) Memanfaatkan waktu setepat mungkin, karena pembaca memang sibuk dan kekurangan waktu. Dengan kata lain karena paksaan waktu. ( Farr & Rosser, 1979 : 358 ).
 Membaca Sepintas ( Scaning ).
Membaca sepintas atau scanning maksudnya adalah suatu teknik pembacaan sekilas tetapi dengan teiti dengan maksud untuk menemukan informasi khusus, informasi tertentu dari bahan bacaan.
Mengajarkan praktek membaca sepintas ini kepada anak-anak dikelas sebaiknya bertahap, berikut tahapan-tahapannya menurut Roger farr & Nancy Roser :
1) Memberi tugas kepada anak-anak untuk mencari letak angk-angka dalam bacaan.
2) Membaca sepintas untuk menemukan nama dari pada bacaan
3) Anak-anak diberi tugas untuk mencari jawaban atas pertnyaan dalam bacaan
4) Anak-anak disuruh membaca sepintas untuk mencari informasi yang tidak lagi bersifat harfiah

 Membaca teliti ( close reading ).
Membaca teliti atau membaca cermat adalah cara dan upaya untuk memperoleh pemahaman sepenuhnya atas suatu bahan bacaan.
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam membaca teliti adalah sebagai berikut:
a) Mengingat dan memahami ide-ide pengarang
b) Menganalisis para tokoh
c) Memahami konsep-konsep khususmelukiskan hubungan-hubungan
d) Mencari pola-pola
e) Menganalisis gaya.
Membaca teliti isi bacaan biasanya mengandung makna bahwa sang pembaca:
a) Berusaha memahami organisasai, hubungan ide-ide bawahan dengan ide-ide utama
b) Berusaha merangkaikan atau menjalin informasi yang baru saja diperoleh kedlam suatu kerangka yang telah ada. ( Farr & Roser, 1979 : 359 ).
Bagi para siswa yang lebih cerdas dan maju dapat diajarkan suatu rencan study yang terpadu untuk memahami serta menguakan isi bacaan. Adapun rencana tersebut meiputi:
a) Mensurvei isi ( survey : S );
b) Mengajukan pertanyaan yang dapat membimbing kita dalam kegiatan membaca ( question : Q );
c) Menceritakan isi bacaan dengan kata-kata kita sendiri ( recite : R2 );
d) Meninjau kembali isi bahan bacaan itu, apakah yang kita ceritakan dengan kata-kata sendiri itu sesuai dengan isi yang sebenarnya atau tidak ( Karlin, 1980 : 404 : Weaver, 1980 : 288 – 9; Tarigan, 1992 : 62 – 64; Taylor, 1975 : 123 – 5;17 – 22 ).
Membaca telaah seperti itu disebut juga dengan metode SQ3R yang merupakan singkatan dari inti kegiatan tersebut. Hanya kadang-kadang variasi istilah dan singkatan metode tersebut. Misalnya; Joffe ( 1980 ) mempergunakan singkatan PQ3R, dengan kepanjangan sebagai berikut:
P = Prepare
Q = Question
R = Read
R = Reactive
R = Review Joffe; 1980 : 3 – 13).
Dan ada pula yang menyarankan singkatan PQRST untuk bacaan yang berhubungan degan ilmu pengetahuan ( atau sains; science ) dengan kepanngan sebagai berikut:
P = Preview tinjauan, pendahuluan, seluruh isi kutipan
Q = Question pertanyaan, ajukan beberapa pertanyaan
R = Read baca, bacalah kutipan dengan sebuah pertanyaan
S = Summerize rangkum, susun rangkuman informsi yang diperoleh
T = Test uji, periksa rangkuman, sesuai tidak dengan bacaan.

 Mengikuti Petunjuk
Secara umum program membaca pemahaman mempunyai tujuan agar para siswa dapat:
a. Menentukan ide pokok dari kalimat, paragraf atau wacana
b. Memilih butir-butir penting
c. Mengikuti petunjuk-petunjuk
d. Menentukan orgnisasi bahan bacaan
e. Menentukan citra visual dan citra lainnya dari bacaan
f. Menarik kesimpulan-kesimpulan
g. Menduga makna dan meramalkan dampak-dampak dan kesimpulan-kesimpulan
h. Merangkumkan apa yang telah dibaca
i. Membedakan fakta dari pendapat
j. Memperoleh informasi dari aneka sarana khusus, seperti ensiklopedi, atlas, peta.
( Greene & Patty, 1979 : 490 ).
Berikut ini merupakan sebuah pendekatan yang mungkin dilakukan untuk membantu siswa:
1) Jelaskan kepada siswa bahwa manfaat membaca keseluruhan perangkat itu pertama-tama adaah memahami pengertian umum mengenai maksud dan metode.
2) Suruh para siswa menomori tahap-tahap atau langkah-langkah secara berurutan bila mereka membaca petunjuk-petunjuk
3) Diskusikan alasan-alasan bagi urutan tertentu yang disarankan
4) Suruh para siswa , pada pembacaan petunjuk-petunjuk kedua kalinya yang lebih cermat, menentukan bagaimana langkah-langkah yang berurutan itu akan dapat mencapai tujuan kalau diikuti dengan seksama.
Format pelajaran membaca terarah dapat dirangkumkan sebagai berikut:
1) Motivasi
2) Persiapan latar belakang
3) Menentukan maksud dan tujuan
4) Membaca ulang terarah ( dalam hati atau nyaring )
5) Kelanjutan dan pengembangan ( Mcneil, [ et al ]. 1980; 29-30 ).
Pelajaran membaca terarah dapat terdiri dari kegiatan berikut:
I. Persiapan untuk membaca
1) Menghubungkan alasan-aasan membaca dengan pengalaman-pengalaman para siswa
2) Memperkenalkan serta menjelaskan ucapan dan makna kata-kata sulit
3) Menerangkan konsep-konsep yang sulit dan rumit
4) Menentukan maksud dan tujuan membaca

II. Membaca dan dikusi
1) Memeriksa makna-makna harfiah dan bersift kesimpulan
2) Memeriksa dan menguji kebenaran informasi dan gagasan-gagasan.
III. Mengembangkan dan mempraktekan ketermapilan-keterampilan.
IV. Mempergunakan dan memperluas informasi dan agasan-gagasan. ( Karlin : 1980 : 345 ).

 Mengarahkan Diri Sendiri
Para siswa sudah dapat dikatakan berdiri sendiri bila mereka sudah dapat mengarahkan dirinya sendiri dalam hal-hal berikut:
i. Memilih buku-buku yang sesuai dengan kemampuan membaca berdikari dan memperluas keotomatisan
ii. Mengatur serta menyesuaikan kecepatan membaca dengan tujuan yang hendak dicapai
iii. Memberi responsi secara berdikari kepada petunjuk-petunjuk tertuis dalam suatu tugas
iv. Memperagakan pengarahan diri sendiri dengan:
a) Mendapatkan jawaban –jawaban atas pertanyaan-pertanyaan secara berdikari dan,
b) Menata serta mengaturr waktu secara berdikari untuk menyelesaikan sesuatu tugas dalam masa yang telah tersedia.
v. Memafaatkan fasilitas –fasilitas perpustakaan secara berdikari yang sesuai dengan maksud dan tujuan pribadi. ( Otto & Chester, 1976 : 166 ).

 Memanfaatkan Perpustakaan

Pada prinsipnya siswa Sekolah Dasar hauslah mempelajari bahwa:
1) Buku-buku diatur dan disusun dengan cara sistematis baik secara Desimal Dewey maupun klasifikasi Library Of Congress
2) Kartu katalog adalah indeks dari semua buku dalam perpustakaan
3) Buku-buku ditaruh dalam rak/lemari, diberi nomor secara berurutan
4) Buku-buku fiksi disusun secara alfabetis berdsarkan nama pengarang
5) Bahan-bahan lain seperti rentetan foto di film ( film strips ) dan rekaman, arsip, gambar, atlas, dll,diatur dan ditempatkan dalam tempat-tempat khusus. ( Greene & Petty, 1971 : 358 ).
Karena kartu katalog merupakan pembimbing yang fundamental terhadap bahan-bahan yang ada dalam suatu perpustakaan maka perlu diperhatikan cara-cara sebagai berikut:
1. Pengertian akan maksud , isi, dn nilai kartu katalog
2. Pengertian akan makna huruf-huruf pada laci
3. Keterampilan menemukan suatu kata dalam daftar yang alfabetis
4. Keterampilan menggunakan kartu-kartu pembimbing
5. Pengertian akan susuna kartu-kartu pada laci
6. Pengertian akan makna setiap cetakan pada setiap tipe kartu berikut ini:
a) Kartu pengarang
b) Kartu judul
c) Kartu pokok bahasan
d) Kartu analisis pengarang
e) Kartu analisis – judul
f) Kartu analisis pokok bahasan
7. Pengertian akan makna dan penggunaan lihat dan lihat juga pada kartu-kartu acuan silang ( Cross reference cards ). ( Mc. Kee, 1948 : 429 ).
Menurut sistem Desimal Dewey, segala buku yang ada diperpustakaan dibagi atas 10 kelompok utama dan setiap kelompok diberi nomor sebagai berikut :
000 – 099 karya –karya umum, bografi, enskiklopedia, majalah
100 – 199 falsafah, psikologi
300 – 399 pendidikan, pemerintahan, hukum, sosiologi
400 – 499 bahasa
500 – 599 ilmu pengetahuan fisika, matematika
600 – 699 ilmu kedokteran, teknik, pertanian
700 – 799 seni ( seni rupa, arsitektur, music )
800 – 899 sastra
900 – 999 sejarah, perjalanan, biografi. ( Heilman, 1972 : 495 )

 Aneka Tujuan
• Tujuan Tingkat A – C
Dalam tingkat ini ada lima tujuan utama yang hendak dicapai, yaitu:
1. Dengan bimbingan guru, memilih buku-buku yang sesuai dengan tingkat baca berdikari sang anak
2. Menggunakan keterampilan-keterampilan buku dasar, yaaitu; mencari letak judul, pengarang, halaman, judul, daftar isi, dan indeks untuk mnentukan apakah sesuatu buku memuat informasi yang dibutuhkan sang anak
3. Memberi response terhadap petunjuk-petunjuk lisan dan tulisan secara singkat
4. Memergakan pengarahan diri sendiri dengan cara:
a) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai mengenai sesuatu tugas tertentu dengan maksud penjelas
b) Menyelesaikan suatu tugas yang diberikan
5. Mengenal dan menggunakan tempat-tempat di perpustakaan yang sesuai dengan kebutuhan serta minat perorangan.
• Tujuan Tingkat D – E
Dalam tingkat ini pun terdapat lima tujuan utama yang hendak dicapai yakni:
1. Memilih buku yang sesuai dengan kemampuan membaca secara berdikari dan mengembangkan serta menigkatkan keotomatisan dalam pengenalan dan pemahaman kata.
2. Melatih serta mempraktekan teknik-teknik membaca sepintas
3. Member response terhadap petunjuk-petunjuk tertulis yang telah dijelaskan oleh guru
4. Dengan pengawasan guru yang minimal, mengembangkan daftar rencana kerja untuk menyelesaikan sesuatu tugas dalam waktu tertentu
5. Mengenal serta menggunakan acuan-acuan dasar sesuai dengan kebutuhan dan minat perorangan.
• Tujuan Tingkat F – G
Pada tingkat ini terdapat lima tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
1. Memilih buku yang sesuai dengan kemampuan membaca secara pribadi dan berdikari dan memperluas keotomatisan
2. Menyesuaikan kecepatan dengan tujuan membaca
3. Member response secara berdikari terhadap petunjuk-petunjuk tertuis yang terkandung dalam tugas
4. Mem[peragakan pengarahan diri sendiri dengan :
a) Menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan secara berdikari; dan
b) Mengatur waktu secara berdikari untuk menyelesaikan sesuatu tugas dalam waktu yang telah ditentukan .
5. Secara berdikari mengunakan fasilitas-fasilitas perpustakaan yang sesuai dengan maksud dan tujuan perorangan ( Otto & Chester, 1976 : 165 – 6 ).






BAB III
MEMBACA INTERPREATIF

Membaca interpreatif bertujuan agar para siswa mampu mengintreprestasikan atau menafsirkan maksud pengarang, apakah karya tersebut; fakta, atau fiksi, sifat-sifat tokoh, reaksi emosional, gaya bahasa, dan bahasa kias serta dampak-dampak terhadap pembacanya.
 Maksud Pengarang
Secara garis besarnya karya tulis dapat berupa:
a) Narasi
b) Deskripsi
c) Persuasi
d) Eksposisi ( tarigan, 1982 : 77 ).

 Tulisan Bernada Akrab
Tulisan bernada akrab membutuhkan tulisan yang bersifat pribadi, mksudnya adalah suatu bentuk tulisan yang memeberikan sesuatu yang paling menyenangkan dalam penjelajahan diri pribadi sang penulis. Pribadi adalah nilai yang terkandung didalamnya
Tulisan pribadi dapat berbentuk buku harian ( diary ) catatan harian ( journal ), cerita tak resmi, surat, puisi.
Tulisan pribadi ditandai oleh hal:
a) Bahasa yang alamiah, wajar, biasa, sederhana
b) Ujaran yang normal, lincah, kalimat yang biasa dipakai sehari-hari
Secara lebih terperinci tulian pribadi dapat berbentuk :
a) Buku harian, catatan harian
b) Cerita otobiografis
c) Lelucon otobiografis
d) Esei pribadi.
 Tulisan Bernada Penerangan
Kalau kita merekam pengalaman kita dalam bentuk tulisan, maka pada hakekatnya kita mencoba menangkap keberadaan pengalaman itu. Tulisan seperti ini biasanya bernada penerangan, bersifat informtif dan membuahkan tulisan yang bersifat deskriptif bersifat memerikan. Memerikan sesuatu berarti melukiskan, memaparkan, seperti adanya, tanpa menambahi atau mengurangi keadaan.
Ditinjau dari segi bentuknay, maka karya tulis pemerian dapat dibagi atas :
a) Pemerian faktual
b) Pemerian pribadi.

 Tulisan Bernada Penjelas
Tulisan yang bernada penjelas ( the explanatory evoice ) biasa disebut tulisan penyingkapan, berbeda dari tulisan yang bernada penerangan, karena tujuannya tidak hanya menceritakan memerikan, ataupun meyakinkan, tetapi justru menjelaskan sesuatu pada pembaca.
Berdasarkan bentuknya, karya tulis penyingkapan dapat dibagi atas :
a) Klasifikasi
b) Definisi
c) Analisis
d) Opini ( Tarigan , 1982 : 80 ).

 Tulisan Bernada Mendebat
Bila pengarang menggunakan nada mendebat / argumentataif maka hasilnya dalah karya tuis persuasive. Persuasive adalah karya yang bertujuan meyakinkan para pembaca.
Untuk mencapi tujuan tersebut maka dituntut beberapa kualitas antara lain:
a) Tulisan persuasive haruslah jelas dan tertib.
b) Tulisan persuasif haruslah hidup dan bersemangat
c) Tulisan persuasif harus beralasan kuat, mempunyai argument yang logis
d) Tulisan persuasif harus bersifat dramatik.

 Tulisan Bernada Mengkritik
Tulisan yang bernada mengkritik menghasilkan tulisan mengenai sastra. Tulisan ini bertujuan menilai atau mengevaluasi karya sastra. Agar dapat menghasilkan kritik yang baik, maka kita harus terlebih dahulu membaca karya yang akan dianalisis secara kritis.

 Tulisan Bernada Kewenangan
Tuisan yang bernada kewenangan atau bernada otoritatif menghasilkan karya ilmiah. Tujuan karya ilmiah yang bernada otoratif ini ilaha mencapai suatu gelar tertentu.
Secara garis besarnya ada tig jenis karya ilmiah, masing-masing mempunyai kewenangan tertentu, yakni :
a) Skripsi untuk mencapai gelar sarjana muda
b) Tesis untuk mencapai gelar sarjana
c) Disertasi untuk meraih gelar doctor
Walaupun mempunyai perbedaan diantara ketiganya, namun pada dasarnya tahap-tahap yang biasa dilalui tulisan imiah adalah sebagai berikut :
a) Memilih Topic
b) Membaca Pendahuluan
c) Menentukan Bibliografi pendahuluan
d) MembuatKerangka Pendahuluan
e) Membuat catatan
f) Menyusun Kerangka Akhir
g) Menyusun Naskah Pertama
h) Mengadakan Revisi
i) Menyususn Naskh Akhir
j) Mengoreksi Cetakan Percobaan
k) Mencetak Karya Tersebut. ( Adelstein & Pival, 1976 : 521 : Kalmmer; 1978 : 83 ; Willis. 1977 : vii – x ).

 Fakta Atau Fiksi
Kesimpulannya adalah bahwa cerita non- fiksi bersifat aktualitas. Aktualitas adalah apa –apa yang benar-benar terjadi; sedangkan realitas adalah apa-apa yang terjadi ( tetapi belum tentu terjadi ). ( Tarigan, 1982 a : 85 – 87 ).
Pada penulisan cerita fiksi perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Permulaan dan eksposisi
b) Pemerian dan latar
c) Suasana
d) Piihan dan saran
e) Saat penting
f) Klimaks
g) Konfik
h) Komplikasi
i) Pola atau model
j) Kesudahan ; kesimpulan
k) Tokoh dan aksi
l) Pusat minat
m) Pusat tokoh
n) Pusat narasi
o) Jarak
p) Skala
q) Langkah ( Brooks and Wareen; 1959 : 644 – 8 ).


 Sifat-sifat Tokoh
Pada tahap pertama kepada siswa diajarkan makna istilah sifat, cirri atau trait yang mengandung pengertian yang mengacu kepada jenis-jenis karakteristik luar konkrit yang mencerminkan kebiasaan, tingkah laku sehari-hari yang bersifat reflektif, yang sedikit atau sama sekali tidak menunjukan kecenderungan yang mengandung motivasi tertentu.
Untuk mengenal cirri-ciri pribadi seseorang, maka sebaiknya kit dibekali seperlunya dengan teori-teori mengenai kepribadian atau personality theories.
Berdasarkan klasifikasi cirri-cirinya, maka setiap pribadi mempunyai orientasi tertentu, orientasi yang terpenting adalah :
1. Orientasi reseptif atau orientasi mau menerima saja
2. Orientasi eksploitatif atau orientasi yang bersifat memeras, menghisap
3. Orientasi penimbunan atau orientasi yang bersifat menumpuk, menimbun
4. Orientasi perdagangan
5. Orientasi produktif

 Reaksi Emosional
Dua aspek reaksi emosional :
a) Reaksi emosional sang pembaca pada aneka tipe karya sastra
b) Reaksi-reaksi emosional terhadap para tokoh didalam karya sastra itu.
Supaya kita dapat menafsirakan reaksi-reaksi emosional, maka terleih dahulu harus mengetahui cirri-cirinya khas emosi sebagai berikut:
a) Emosi biasanya kuat, hebat, berapi-api
b) Emosi sering-sering kelihatan muncul
c) Emosi biasanya bersifat sementara, tidak kekal
d) Responsi-responsi mencerminkan kepribadian
e) Emosi sering berganti kekuatan
f) Emosi dapat ditemukan dengan gejala-gejala tingkah laku.
( Hurlock, 1978 : 197).
 Gaya Bahasa
Keterampilan ini merupakan salah satu modal utama bagi sang pengarang. Berbagai gaya bahasa dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan sang pengarang, antara lain:
a) Alitearsi ( pengulangan bunyi-bunyi yang sama )
b) Antanaklis ( pengulangan kata yang sama dengan makna ynag bebeda )
c) Antitesis ( perbandingan dua buah kata yang berantonim yang berlawanan kata )
d) Kiasmus ( pengulangan serta inversihubungan antara dua kata dalam kalimat )
e) Oksimoron ( pembentukan suatu hubungan sintaksis antara dua buah antonim )
f) Paralipsis ( suatu rumusan yang dipergunakan untuk mengumumkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yangdikatakannya dalam kalimat itu sendiri )
g) Paronomasia ( penjajaran kata-kata yang bersamaan bunyi tetapi berbeda makna )
h) Silepsis ( penggunaan sebuah kata mempunyai leih dari satu makna dan berpartisipasi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis )
i) Zeugma ( koordinasi ketatabahasaan dua kata yang memunyai makna yang berbeda). ( Ducrot & Todorov, 1981 : 277 – 9 ; Tarigan, 1982 : 166 – 8 ).

 Dampak Cerita
Keterampilan utama yang dituntut di sini adalah keterampilan meramalkan dalam pelbagai tahap yang terdapat dalam cerita apa yang akan terjadi berikutnya, dan membimbing anak-anak untuk menyadari bahwa dalam setiap situasi tertentu mungkin saja terkandung sejumlah dampak yang masuk akal.
Agar kita dapat meramalkan apa yang akan terjadi dalam suatu cerita maka terlebih dahulu kita harus memahami alur cerita beserta unsur-unsurnya. Istilah lain yang sama maknanyadengan alur adalah plot, trap, atau dramatic conflict. Keempat istilah ini mengandung makna struktur gerak atau laku dalam suatau fiksi atau drama .( Brooks & Warren , 19589 : 686 ).
Setiap cerita fiksi haruslah bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu pertengahan, menuju suatu akhir; atau dengan istilah lain dari suatu eksposisi melalui komplikasi menuju resolusi.
Biasanya setiap cerita terbagi atas lima bagian, yaitu:
a) Situation ( pengarang mulai meukiskan suatu keadaan atau situasi )
b) Generating circumstance (peristiwa yang bersangkutpaut, yang berkait-kaitan, mulai bergerak )
c) Rising action ( keadaan mulai memuncak )
d) Climax ( peristiwa – peristiwa memuncak ).
e) Deouement ( pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa ). ( Lubis, 1960 : 16 – 17 , Tarigan, 1982 a : 90 ).

 Aneka Tujuan
• Tujuan Tingkat A – C ( kelas 1 – 2 Sekolah Dasar ) agar para siswa dapat:
a) Memperimbangkan, memikirkan maksud dan tujuan sang pengarang
b) Memperhatikan realitas atau fantasi
c) Memperhatikan sifat-sifat dan motif-motif para tokoh,
d) Memperhatikan tamsil-tamsil yang berhubungan dengan pancaindra ( sensory imagery ).
e) Meramalkan pengaruh, akibat, atau dampak-dampak cerita.
• Tujuan Tingkat D – E ( kelas 3 – 4 Sekolah Dasar ) adalah agar para siswa dapat :
a) Menentukan tujuan dan sikap sang pengarang
b) Menetapkan fakta atau fiksi
c) Menentukan sifat-sifat dan perubahan-perubahan para tokoh
d) Memperhatikan gaya bahasa, bahasa kias yang terdapat pada bacaan
e) Meramalkan pengaruh atau dampak –dampak cerita.
• Tujuan Tingkat F – G ( Kelas 5 – 6 Sekolah Dasar ) adalah agar para siswa mampu :
a) Mempertimbangkan, memikirkan, pendapat sang penulis.
b) Menentukan unsur-unsur fakta dalam fiksi
c) Menentukan serta memperbandingkan sifat-sifat, sikap-sikap, perubahan-perubahan dan motif-motif para tokoh.
d) Mengenali reaksi-reaksi emosional para tokoh ( serta menentukan yang mana penggunaan kata-kata yang bermakna konotatif denotatif )
e) Meramalkan dampak-dampak bahan bacaan ( Otto & Chester, 1976 : 166 ).





















BAB IV
MEMBACA KREATIF

 Dramatisasi
Agar kita mendapat pandangan yang lebih luas serta dapat membimbing para siswa dalam hal dramatisasi ini, maka akan kita perbincangkan sekilas tiga hal, yaitu:
a) Prinsip-prinsip kririk drama
b) Unsur- unsure drama
c) Jenis-jenis drama

 Prinsip- prinsip Kritik Drama
Pada abad ke-18 seorang dermawan jerman yang bernama Goethe, memformulasikan tiga prinsip kritik drama, yang sangat terkenal yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Ketiga prinsip itu, yang biasa disebut Prinsip Goethe adalah sebagi berikut:
1. Apakah yang hendak dilakukan oleh sang seniman ?
2. Betapa baikah dia melakukan hal itu ?
3. Bermanfaatkah hal itu dilakukan ?

 Unsur -unsur Drama
a) Alur atau plot
b) Karakterisasi atau penokohan
c) Dialog atau percakapan
d) Aneka sarana kesastraan dan kedramaan

 Jenis-jenis Drama
1. Tragedy
2. Komedi
3. Melodrama
4. Farce

 Interprestasi Lisan Atau Musik
Agar para siswa dapat dilatih menginterprestasi sepenggal bacaan sastra dengan tepat secara lisan dan musik, maka para guru terlebih dahulu harus menguasai teori musik ala kadarnya, terutama mengenai nada dan tempo.
Dari segi nada, maka pada umumnya music dapat diklasifikasikan atas :
a) Musik atau lagu minor
b) Musik aatau lagu mayor
Ditinjau dari segi tempo, maka pada umumnya lagu atau music dapat kita klasifikasikan atas
a) Tempo lambat
b) Tempo sedang
c) Tempo cepat

 Narasi Pribadi
Kegiatan ini terutama sekali berhubungan dengan pengisahan atau story telling. Pada tahap pertama siswa diberi kesempatan untuk menciptakan dan menghubungkan cerita-cerita berdasarkan alur, gagasan, ide, peristiwa, atau tokoh-tokoh dari mereka. Pada tahap kedua, keterampilan tersebut selanjutnya dikembangkan dengan cara mendorong para siswa meenciptakan cerita-cerita berdasarka pengalaman-pengalaman mereka tetapi dirangsang oleh sesuatu yang berasal dari bacaan mereka, dan ditahap berikutnya, para siswa membaca cerita-cerita lalu menghubung-hubungkannya setelah mengadakan perubahan-perubahan untuk beberapa aspek seperti; suasana hati, nada, dan dampak cerita.
Dengan kegiatan ini para siswa dituntut banyak membaca cerita serta dapat menceritakanya kembali dengan kata-kata sendiri dengan gaya bahasanya sendiri. Dengan cara ini pra guru dapat meningkatkan apresisi sastra dan juga memperkaya imajinasi para siswa.

 Ekspresi Tulis
Kegiatan ini terutama sekali direncanakan untuk member kesempatan kepada para siswa untuk mengekspresikan diri mereka dalam karya tulis.
Pada tahap pertama, para siswa berlatih mempraktekan ekspresi kreatif dengan cara menuliskan kembali cerita-cerita yang telah mereka baca.
Pada tahap kedua, para siswa menulis cerita-cerita dan akon-lakon asli yang menghubungkan beberapa aspek sastra dengan pengalaman-pengalaman pribadi atau situasi-situasi kontemporer
Pada tahap ketiga, keterampilan tersebut titingkatkan serta diperhalus dengan upaya menyuruh serta mendorong para siswa menuliskan kembali penggalan-penggalan sastra pilihan dengan cara merubah aspek-aspek yang ada kaitannya dengan suasana hati, nada, gaya, mode, atau dampak cerita.

 Ekspresi Visual
Kegiatan ini bermula pada tahap pertama dengan cara menampakan kegiatan-kegiatan yang member kesempatan kepada para siswa untuk menciptakan suatu karya atau produk visual, seperti suatu gambar, atau model tanah lait, yang menggambarkan suatu adegan , objek, tokoh, ataupun gagasan yang berasal dari bacaan mereka.
Dalam kegiatan pada tahap kedua , para siswa menciptakan gambaran-gambaran visual yang menghubungkan beberapa aspek bacaan mereka dengan pengalaman-pengalaman pribadi ataupun dengan situasi-situasi kontemporer.
Pada tahap berikutnya, para siswa merubah aspek-aspek bacaan mereka, misalnya; suasana hati, mode dan dampak melalui gambaran-gambaran visual.


 Aneka Tujuan
• Tujuan Tingkat A – C ( kelas 1 – 2 Sekolah Dasar ) adalah agar para siswa dapat :
1) Mendramatisasikan tokoh-tokoh , perasaan-perasaan dan gerakan-gerakan dari karya sastra yang di bacanya
2) Memberikan interprestasi-interprestasi lisan dan musik dari karya sastra yang dibacanya
3) Mengisahkan atau menuturkan cerita-cerita berdasarkan tokoh-tokoh atau tema-tema dari karya sastra yang dibacanya
4) Menulis ( atau mendiktekan ) cerita-cerita berdasarkan tokoh-tokoh atau tema-tema dari karya sastra yang dibacanya.
5) Menciptakan gambaran visual dari suatu adegan , objek , tokoh atau gagasan dari karya sastra yang dibacanya
• Tujuan Tingkat D – E ( kelas 3 – 4 Sekolah Dasar ) adalh agar para siswa dapat :
1) Mendramatisasikan tema-tema dari karya sastra dalam hubungannya dengan pengalaman-pengalaman pribadi ataupun dengan situasi –situasi kontemporer
2) Menyajikan interprestasi-interprestasi lisan dan music dari karya sastra yang dibacanyaserta yang ada hubungannya dengan itu
3) Menciptakan cerita-cerita asli mengenai pengaaman-pegalaman pribadi ataupun situasai-situasai kontemporer
4) Menciptakan gambaran-gambaran visual yang menerapkan tema-tema tetentu dari karya sastra kepada pengalaman-pengalaman pribadi ataupun situasi-situasi konteporer.
• Tujuan Tingkat F – G ( Kelas 5 – 6 Sekolah Dasar ) adalah agar para siswa dapat dan mampu :
1) Memanfaatkan drama untu merubah isi sastra menjadi mode-mode, suasana-suasana hati atau sudut-sudut pandangan yang berbeda
2) Merubah mode, suasana hati, atau sudut pandangan sastra melalui interprestasi-interprestasi lisan dan musik.
3) Menciptakan cerita-cerita dengan cara mentransformasikan atau mengubah mode, suasana hati, atau sudut pandangankarya sastra yang dibacanya
4) Menuliskan kembali sepenggal karya sastra dengan merubah mode, suasana hati, atau sudut pandangan seperlunya.
5) Menciptakan gambaran visual beberapa aspek sastra yang dibacanya yang mengubahnya menjadi mode, suasana hati, atau sudut pandangan yang berbeda dari semula ( Otto & Chester, 1976 : 167 ).























DAFTAR PUSTAKA

Adelstein, Michael E and Jean G. Pival. 1976. TheWriting Commitment.
New York : Marrout, Brace and Javanovich, Inc.
Brooks; Cleanth and Robert Penn Warren. 1959. Understanding Fiction.
New York : Appleton-Century-Corp, Inc.
Ducrot; Osawald ‘and Tzvetan Todorov. 1981. Encyclopedic Dictionary of the Siences of Language. Oxford : Backwell Reference.
Eisner, E.W. 1969. Instruction and expressive objective. Their formulation and use in curriculum. Dala W.J Popham ( et al ) . Instuctional objectives. American educational research association monograph series on curriculum evalution.
Chicago : Rand Mc Nally.
Farr, Roger & Nancy Roser. 1979. Teaching a Child to Read.
New York : Harcourt Brace Jovanovich.
Greene; Harry A. & Walter T. Petty. 1971. Developing Language Skills in the Elementary Schools. Boston : Allyn and Bacon, Inc.
Heilman; Arthur W. 1972. Principles and Practices of teaching Reading.
Colombus, Ohio : Charles E. Merrill Publishing Company.
Huus; Helen. 1986. “ Books, Children and Reading”. Dalam Marjoerie S. Johnson and Roy Kiees (eds) Developmental Reading: Diagnostic Teaching.
Philadelphia: temple University.
Hurlock; Elizabeth B. 1978. Child Development. Auckland, Tokyo : Mc Graw-Hill International Book Company.
Judson; Horace: 1972. The Techniques of Reading. New York: Harcourt Brace Javanovich, Inc.
Krathwohl, D.R. 1965. Stating objectives appropriate for program, for curriculum, and for instructional materials development.
Journal of Teacher Education, 16; 83 – 92 .
Klammer; Enno. 1979. Paragraph Sense : A Basic Rhetoric. New York: Harcourt, Brace, Jovanovivich.
Karlin; Robert. 1980. Teaching Elementary Reading. New York : Harcourt brace Javanovich, Inc.
Lubis; Mochtar. 1960. Teknik Mengarang. Jakarta: Balai Pustaka.
Mager, R.F. 1962. Preparing instructional objectives. Palo Alto : Pearon.
Maguire, E.J. and D.F. Butts. 1986. Behavioral objectives. The Science Teacher, 35 : 33 – 35.
McKee; Paul. 1984. The Teaching of Reading in Elementary School. Boston : Houghton Mifflin Company.
McNeil; John D [ et al ]. 1980. How to teach Reading succesfuly.
Boston, Toronto : Little, Beown and Company.
Olson; Wilbard C. 1959. “Seeking Self-Selection and Pacing in the Use of Book by Children” dalam Jeannettee Veath “ Individuaizing Your Reading Program”.
New York: Putnam’s sons.
Otto; Wayne & Robert D. Chaester. 1976. Objective-Based Reading.
Massachusetts : Addison-Wesley Publishing Company.
Tarigan; Henry Guntur. 1982. Membaca sebagai suatu Keterampilan Berbahasa . Bandung : IKIP dan STIA.
Tarigan; Henry Guntur. 1982a. Membaca sebagai suatu Keterampilan Berbahasa . Bandung : IKIP dan STIA.

MEMBACA SEBAGAI SUATU KETERAMPILAN BERBAHASA

Posted by : Teni Setiani di 05.22 1 Comments
BAB I
TINJAUAN UMUM

 KETERAMPILAN BERBAHASA
Keterampilan berbahasa ( language arts, language skills) dalam kurikulum disekolah terbagi menjadi 4 segi yaitu:
1). Keterampilan menyimak/ mendengarkan (Listening Skills);
2). Keterampilan berbicara (Speaking Skills);
3). Keterampilan membaca(Reading Skills);
4). Keterampilan menulis(Writing Skills).
Dalam memperoleh ketermpilan berbahasa , kita biasanya melalui suatu hubungan urutan yang teratur : mula-mula pada masa kecil, kita belajar menyimak/ mendengarkan, kemudian berbicara; sesudah itu kita belajar membaca dan menulis . Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah, sedangkan membaca dan menulis dipelajari disekolah. Ke empat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan catur – tunggal ( Dawson, (et-al) 1963 : 27 ). Setiap keterampilan berbahasa tersebut erat hubungannya dengan proses-proses berfikir yang mendasari bahasa.
 Hubungan antara Berbicara dengan Menyimak:
a) Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru ( imitasi ).
b) Kata-kata yang dipakai dipakai serta dipelajari oleh anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimuli) yang mereka temui
c) Ujaran mencerminkan pemakain bahasa dirumah dan dalam masyarakat
d) Anak yang lebih muda dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit daripada kalimat yang diucapkannya.
e) Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
f) Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata anak.
g) Berbicara denagn bantuan alat-alat peraga (visual aids).

 Hubungan Menyimak dan Membaca:
a) Pengajaran serta petunjuk-petunjuk dalam membaca diberikan oleh guru melalui bahasa lisan
b) Menyimak merupakan cara atau mode utama bagi pelajaran lisan (verbalized learning) selama permulaan sekolah.
c) Walaupun menyimak pemahaman (listening comprehenshion) lebih unggul daripada membaca pemahaman (reading comprehension), anak-anak sering gagal untuk memhami dan menguasainya.
d) Karena itu, para pelajar membutuhkan bimbingan dalam belajar menyimak
e) Kosa kata / pembendaharaan kata menyimak sangat terbatas mempunyai kaitan dengan kesukaran dalam belajar membaca dengan baik.
f) Bagi para pelajar yang lebih tinggi kelasnya, kolerasi antara kosa kata baca dan simak (reading vocabulary dan listening vocabulary) sangat tinggi diantara 80% bahkan lebih.
g) Diskriminasi pendengaran yang jelek acapkali dihubungkan dengan membaca yang tidak efektif / merupakan faktor tambahan dalam ketidakmampuan membaca (poor reading)
h) Menyimak turut mebantu anak dalam menangkap ide utama.

 Hubungan antara Berbicara dan Membaca:
a) Performasi / penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan bahasa isan.
b) Pola-pola pelajaran ujaran yang tuna aksara / buta huruf , mengganggu pelajaran membaca pada anak.
c) Kalau pada tahun permulaan sekolah ujaran membentuk suatu pelajaran bagi pelajaran membaca, bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi ikut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka.
d) Kosa kata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung.

 Hubungan antara Ekspresi Lisan dan ekspresi Tulis
Komunikasi lisan dan komunikasi tulis sangat erat kaitannya, karena keduanya mempunyai banyak persamaan yang antara lain sebagai berikut:
a) Seorang anak belajar membaca berbicara jauh sebelum dia dapat menulis, dan kosa kata, pola kalimat, juga organisasi ide-ide yang memberi ciri pada ujarannya itu merupakan dasar bagi ekspresi tulis berikutnya.
b) Seorang anak yang sudah bisa menulis dengan lancar biasanya dapat pula menuliskan pengalaman pertamanya, tanpa diskusi lisan pendahuluan, tetapi masih perlu membicarakan ide-ide rumit yang diperoleh dari tangan kedua.
c) Terdapat perbedaan antara komunikasi lisan dan komunikasi tulis
d) Membuat catatan serta bagan / rangka ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan akan menolong murid untuk mengutarakan ide-idenya tersebut kepada para pendengar.

 MEMBACA
Membaca adalah salah satu dari empat keterampilan berbahasa .
 Pengertian Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata/kata bahasa tulis.
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding proses)
Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) denagn makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan /cetakan menjadi bunyi bermakna. (Anderson 1972 : 209-210).
Menyimak dan membaca berhubungan erat karena keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis berhubungan erat karena keduanya merupakan alat mengekspresikan pesan. (Anderson 172 : 3).


 Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoeh informasi, mecakup isi, memahami makna bacaan.
Beberapa hal yang diangggap penting dalam membaca diantaranya yaitu:
a) Membaca untuk menemukan/mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh.
b) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topic yang baik dan menarik.
c) Membaca untuk menemukan atau mengetahui yang terjadi pada setiap cerita.
d) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan hal seperti apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada pembacanya.
e) Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa.
f) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil/hidup dengan ukuran-ukuran tertentu.
g) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, hidupnya berubah dari yang kita kenal.
 Membaca sebagai Suatu Keterampilan:
Keterampilan membaca mencakup tiga komponen yaitu:
1) Pengenalan terhadap aksara serta tanda baca;
2) Korelasi aksara terhadap tanda-tanda baca dengan unsur linguistic formal;
3) Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau menaing (Brouhton (et al) 1978 : 90).
 Aspek-aspek Membaca
Sebagai garis besarnya, terdapat dua aspek penting dalam membaca, yaitu:
a) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dianggap berada pada urutan lebih rendah (lower orde)
Aspek ini mencakup:
1) Pengenalan bentuk huruf
2) Pengenalan unsur-unsur linguistic
3) Pengenalan hubungan.korespondensi pola ejaan dan bunyi
4) Kecepatan membaca ke taraf lambat.
b) Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skill) yang dianggap berad pada urutan yang lebih tinggi (high order). Aspek ini mencakup:
1) Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal,retrorikal).
2) Memahai signifikan /makna (a.l. maksud dan tujuan pengarang)
3) Evalusi/penilaian
4) Kecepatan membaca yang fleksibel.
(Broughton (et al) 1978 : 211).
Untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis (mechanical skill) aktivitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring (reading aloud; oral reading) keteramapilan pemahaman (comprehension skill), yang palin tepat adalah degan membaca dalam hati (silent reading), yang terdiri dari:
a) Membaca ekstensif (extensive reading)
b) Membaca intensif (intensive reading).
Membaca ekstensif mencakup:
1) Membaca survey (survey reading)
2) Membaca sekilas (skimming)
3) Membaca dangkal (superficial reading).
Membaca intensif dibagi atas:
1) Membaca telaah isi (content study reading), yang mencakup:
a) Membaca teliti (close reading)
b) Membaca pemahaman (comprehension reading)
c) Membaca Kritis (critical reading).
d) Membaca ide (reading for ideas).
2) Membaca telaah bahasa (language study reading) , yang mencakup
1) Membaca bahasa asing (foreign language reading)
2) Membaca sastra (literary reading).


 Mengembangkan Keterampilan Membaca
Usaha yang dapat dilaksanakn untuk meningkatkan keterampilan membaca yaitu:
a) Guru dapat menolong para pelajar memperkaya kosa kata mereka
b) Guru dapat membantu para pelajar untuk memahami makna struktur kta, kalimat dan sebagainya.
c) Guru dapat mmberikan serta menjelaskan kawasan atau pengertian kiasan, sindiran ,ungkapan, pepatah , peribahasa, dan lain-lain.
d) Guru dapat menjamin serta memastikan pemahaman para pelajar.
e) Guru dapat meningkatkan kecepatan membaca para pelajar.

 Tahap-tahap Perkembangan Membaca
Tahap I
Para pelajar disuruh membaca bahan yang telah mereka pelajari
Tahap II
Guru/ kelompok guru bahasa asing pada sekolah yang bersangkutan menyusun kata-kata struktur yang telah diketahui untuk dijadikan bahan dialog/ paragraph yang beraneka ragam.
Tahap III
Para pelajar mulai membaca bahan yang berisi sejumlah kata dan struktur yang masih asing .
Tahap IV
Penggunaan teks-teks sastra yang telah disederhanakan /majalah sebagi bahan bacaan
Tahap V
Bahan bacaan tidak dibatasi. Seluruh dunia buku terbuka bagi para siswa.



BAB II
MEMBACA NYARING

 PENGERTIAN
Ditinjau dari segi terdengar / tidaknya suara pembaca waktu dia membaca, prosesnya terbagi atas:
1) Membaca nyaring, membaca bersuara dan membaca lisan (reading out load, oral reading, reading aloud);
2) Membaca dalam hati (silent reading).
Pada membaca dalam hati hanya menggunakan visual (visual memory); yang aktif adalah pandangan mata dan ingatan. Sedangkan membaca nyaring, selain penglihatan dan ingatan, juga turut aktif auditory memory (ingatan pendengar) dan motor memory (ingatan yang bersangkut paut dengan otot kita). (Moulton 1970 : 15).
Membaca nyaring adalah suatu aktivitas /kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain/ pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan perasan seorang pengarang. Orang yang membaca nyaring pertama-tama harus mengerti makna serta perasaan yang terkandung dalam bahan bacaan. Oleh karena itu dalam mengajarkan membaca nyaring guru harus memahami proses komunikasi dua arah.
Oleh Karena itu, khusus dalam pengajaran bahasa asing aktivitas membaca nyring lebi dekat/lebih ditujukan pada ucapan (pronounciation) daripada ke pemahaman (comprehension).Mengingat hal tersebut , bahan bacaan haruslah dipilh yang mengandung isi dan bahasa yang realtif mudah dipahami. (Broughtoun (et al) 1978 : 91).
 KETERAMPILAN MEMBACA NYARING
Berikut daftar membaca nyaring untuk menolong para guru dalam menjalankan tugasnya untuk memcapai tujuan yang telah ditentukan dalam membaca nyaring, antara lain:
Kelas I :
1) Mempergunakan ucapan yang tepat
2) Mempergunakan frase yang tepat
3) Mempergunakan intonasi suara yang wajar agar makna mudah dipahami
4) Memiliki perwatakan dan sikap yang baik serta merawat buku dengan baik
5) Menguasai tanda-tanda baca sederhana: titik ( . ) koma( , )tanda Tanya (?), tanda seru(!)
Kelas II:
1) Membaca dengan terang dan jelas
2) Membaca dengan penuh perasaan; ekspresi
3) Membaca tanpa terteun-tegun, tanpa terbata-bata
Kelas III:
1) Membaca dengn penuh perasaan; ekspresi
2) Mengerti serta memahami bhan bacaan
Kelas IV:
1) Memahami bhan bacaan pada tingkat dasar
2) Kecepatan mata dan suara : 3 patah kata dalam satu detik
Kelas V:
1) Membaca dengan pemahaman dan perasaan
2) Aneka kecepatan membaca nyaring bergantung pada bahan bacaan
3) Dapat membaca tanpa terus-menerus melihat pada bahan bacaan
Kelas VI:
1) Membaca nyaring dengan penuh perasaan atau ekspresi
2) Membaca dengan penuh kepercayaan diri dan mempergunakan frase atau susunan kata yang tepat.
(Barbe and Abbott 1975 : 156 – 167; Dawson (et al) 1963 : 216).
 PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA NYARING
Agar dapat membaca nyaring dengan baik, sang pembaca haruslah menguasai keterampilan-keterampilan persefsi (penglihatan, dan daya tangkap) sehingga dia mengenal/memahami kata-kata dengan cepat dan tepat.
Untuk membantu para pendengar menagkap serta memahami maksud pengarang, pembaca biasanya mempergunakan berbagai cara antara lain:
1) Dia menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan penekanan yang jelas.
2) Dia menjelaskan perubahan dari satu id eke ide lainnya.
3) Dia menerangkan kesatuan-kesatuan kata-kata yang tepat dan baik
4) Menghubungkan ide-ide yang baertautan dengan jalan menjaga agar tinggi sampai akhir dan tujuan tercapai.
5) Menjelaskan klimaks-klimaks dengan gaya dan daya ekspresi yang baik dan tepat.
Keterampilan-keterampilan membaca nyaring akan berkembang secar wajar. Secara alamiah dalam membaca drama. Membaca drama menambahi sejumlah nilai pada pembaca, antara lain:
1) Memperoleh kesenangan dalam dramatisasi yang terlihat pada penumpukan keyakinan anak-anak.
2) Memperkaya daya khayal, imajinasi dalam membaca fiksi
3) Menambahkan disiplin yang tidak terdapat pada jenis-jenis membaca lainnya.
4) Mempertinggi pemahaman, pengembangan kosakata, membaca frase,/ paragraph,
ekspresi/perasaan, serta keterampilan-keterampilan berbicara secara umum.Apabila seorang anak masih merupakan “someone else” masih asing bagi kita, tetapipada saat membaca suatu drama , mka aspek-aspek yang baru dan yang sangat menyenangkan dari pribadinya akan terlihat jelas.
Daya dorong situasi penonton yang sebenarnya selalu dijumpai dalam membaca drama peningkatan /pemantapan ekspresi melalui penekanan, jeda, serta interprestsi suasana hati dan perasaan merupakan hasil atau pencerminan.
Bacaan elementer modern biasanya memuat drama-drama yang disusun untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Akan tetapi jangan dilupakan bahwa anak-anak membutuhkan lebih banyak pengalaman dengan bentuk sastra seperti ini daripada yang disediakan dalam suatu seri bacaan. (Anderson 1992 : 98 – 99).

























BAB III
MEMBACA DALAM HATI

Pada saat membaca dalam hati kita hanya menggunakan ingatan visual (visual memory), yang melibatkan pengaktifan mata dan ingatan.
Tujuan utama membaca dalam hati ( silent reading) adalah untuk memperoleh informasi.
Pada membaca dalam hati ,anak mencapai kecepatan dalam pemahaman frase-frase, memperkaya kosa katanya, dan memeperoleh keuntungan dalam hal keakraban dengan sastra yang baik.
Setelah membaca dalam hati guru dapat menyuruh serta mendorong para pelajar mengutarakan yang telah mereka baca, dan hal ini memudahkan pengujian pertumbuhan daya pemahaman dan apresiasi mereka (cole; 1950 : 244-245).
Sebagian besar dari kegiatan membaca dalam masyarakat selama kita hidup adalah kegiatan membaca dalam hati. Dibanding dengan membaca nyaring, membaca dalam hati ini jauh lebih ekonomis, dapat dilakukan disegala tempat.
Membaca secara perorangan menurut selera masing-masing disebut dengan “personalized reading” ; membaca perseorangan/personalized reading instruction merupakan suatu falsafah pengajaran; merupakan suatu pendekatan terhadap organisasi kelas.
Berdasarkan atas konsef bahwa setiap anak, setiap orang harus tahu mencari sendiri, memilah sendiri, melangkah sendiri, maju sendiri, program membaca perorangan ini merupakan suatu bagian program dasar, pengajaran perorangan dan pendekatan pengalaman bahasa. (Barbe and abbott 1975 : 23).
Demikianlah dalam membaca perorangan ini “how to red” haruslah disejjarkan atau diimbangi dengan perkembangan “love for reading” dan menuntut agar pembaca dalam hati dilaksanakan seefektif mungkin .
Program pengajaran membaca perorangan menganut suatu falsafah yang mengatakan “your learn to ready by reading” Anda belajar membaca dengan (jalan) membaca”. (Barbe and abbott 1975 : 26).
Dalam garis besarnya membaca dalam hati dapat dibagi atas:
1) Membaca ekstensif
2) Membaca intensif
3) Membaca ekstensif
Berarti membaca secara luas objeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesimgkat mugkin.
Membaca ekstensif ini meliputi:
1) Membaca survei (survey reading)
2) Membaca sekilas ( skimming)
3) Membaca dangkal (superficial reading)
1). Membaca survei; adalah menyurvei bahan bacaan yang akan dipelajari.
a) memeriksa, meneliti, indeks, indeks daftar kata-kata yang terdapat dalam buku-buku.
b) melihat-lihat, memeriksa, meneliti judul-judul bab yang terdapat dalam buku-buku yang
bersangkutan.
c). memeriksa, meneliti bagan, skema, outline buku yang bersangkutan.
2). Membaca Sekilas; Sejenis membaca yang membuat mata kita bergerak dengan cepat memihat, memperhatikan bahan tertulis untuk mencari serta mendapatkan informasi, penerangan.
Ada tiga tujuan dalam membaca sekilas;
a) Untuk memperoleh suatu kesan umum dari suatu buku/ artikel, tulisan singkat.
b) Untuk menemukan hal tertentu dari suatu bahan bacaan.
c) Untuk menemukan/ menempatkan bahan yang diperlukan dalam perpustakann. (Albert (et al) 1961 : 30).
Perbincangan satu persatu secara selayang pandang:
a) Memperoleh kesan umum
Kita dapat memperoleh kesan umum dari suatu novel dengan jalan mengadakan pandangan sekilas serta menaruh perhatian tertentu pada bagian tertentu sambil jalan.
b) Menemukan hal tertentu
Berikut Petunjuk-petunjuk yang dapat menolong kita dalam usaha mendapatkan informasi yang tepat dan cepat ;
1) Tentukan dengan jelas hal/ fakta apa yang hendak dicari/disediakan pertanyaan yang akan dijawab.
2) Siapkan ingat kata/ kata-kata yang paling tepat dipakai untuk menunjuk hal tersebut.
3) Bila kita menncari informasi dalam satu buku baiknya kita melihat apakah kata/detail tersebut tercantum dalam indeks.
4) Liriklah setiap halaman dengan cepat hanya untuk mencari kata/ detail yang diinginkan.
c) Menentukan bahan dalam perusahaan
Dalam pencarian bahan yang diperlukan diperpustakaan, kita pun membaca sekilas kartu katalog untuk mendapatkan buku-buku yang sesuai. Kita membaca sekilas melalui pembimbing pembaca untuk menemukan artikel-artikel majalh.
Dalam penerapannya yang baik membaca sekilas, apa yang dicari serta bagaimana cara menghubungkan apa yang telah ditemui dengan apa yang kita ketahui sebelumnya. (Albert( et al) 1961 a : 30-32).
3. Membaca Dangkal/ Suferficial reading
Pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal yang bersifat luaran yang tidak mendalam dari suatu bahan bacaan.
Membaca superficial ini biasanya dilakukan bila kita membaca demi kesenangan. Membaca bacaan ringan yang mendatangkan kebahagiaan diwaktu senggang, misalnya; cerita pendek, novel ringan, dan sebagainya.
Dalam membaca seperti halnya membaca karya-karya ilmiah dapat dilakukan dengan santai tetapi menyenagkan. ( Broughton (et al) 1978 : 92).
Membaca ekstensif biasanya lebih banyak dilakukan diluar kelas; tugas-tugas diberikan oleh guru beberapa kali secara teratur dan didalam kelas diperlukan sekelumit waktu untuk mengejek/memeriksa apakah para pelajar mengerti cirri-ciri utama cerita tersebut. ( Brooks : 1964:173).
 MEMBACA INTENSIF
Membaca intensif atau intensive reading adalah study seksama, telaah, teliti, dan penanganan terperinci yng dilaksanakan didalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari.
Kuisioner, latihan pola-pola kalimat, latihan kosa kata, telaah kat-kata, dikte, dan diskusi umum, merupakan bagian dan teknik pembaca intensif.
Teks-teks bacaan yang benar-benar sesuai dengan maksud ini haruslah dipilih oleh guru , baik dari segi bentuk maupun dari segi isinya. Para pelajar/mahasiswa yang berhasil dalam tahap ini secara langsung akan berhubungan dengan kualiatasserta keserasian pilihan bahan bacaan tersebut. (Brooks 1964 : 172- 173).
Yang termasuk kedalam membaca Intensif:
1) Membaca telaah isi (content study reading)
2) Membaca telaah bahasa( linguistic study reading).
Membaca intensif, pada hakikatnya memerlukan teks yang panjangnya tidak lebih dari 500 kata ; yang dapat dibaca dengan kecepatan kira-kira 5 kata dalam 1 detik untuk memperoleh pemahaman penuh terhadap argument-argumen yang logis, urutan-urutan retoris/pola-pola teks, pola-pola simbolisnya; nada-nada tambahan yang bersifat emosional dan sosia, pola=pola sarana-sarana linguistik yang dipergunakan untuk mencapi tujuan.
Membaca dalam hati yang lancar sungguh sangat berguna bagi setiap orang yang ingin mencapai jenjang setiap pendidikan yang lebih tinggi (Broughton 1978 : 92- 94).
 Keterampilan-Keterampilan Yang dituntut Pada Membaca Dalam Hati :
Kelas I :
1) Membaca tanpa bersuara , tanpa gerakan-gerakan bibir dan tanpa berbisik.
2) Membaca tanpa gerakan-gerakan kepala
Kelas II :
1) Membaca tanpa gerakan-gerakan bibir / kepala.
2) Membaca lebih cepat secara dalam hati daripada secara bersuara.
Kelas III :
1) Membaca dalam hati tanpa menunjuk-nunjuk dengan jari, tanpa gerakan bibir.
2) Memahami bahan bacaan yang dibaca
3) Lebh cepat membaca dalam hati daripada membaca bersuara.
Kelas IV :
1) Mengerti serta memahami bahan bacaan pada tingkat dasar
2) Kecepatan mata dalam membaca 3 kata/ detik.
Kelas V :
1) Membaca dalam hati jauh lebih baik
2) Membaca dengan pemahaman yang baik
3) Membaca tanpa gerakan-gerakan bibir/kepala/menunjuk-nunjuk dengan jari tangan
4) Menikmati bahan bcaan yang dibaca dalam hati itu; senang dalam hati.
Kelas VI :
1) Membaca tanpa gerakan-gerakan bibir; tanpa komat-kamit
2) Dapat meneyesuaikan kecepatan membaca dengan tingkat kesukaran yang terdapat dalam bahan bacaan,
3) Dapat membaca 180 ptah kata dalam satu menit pada bacaan fiksi pada tingkat dasar.
( Barbe and Abbott 1975 : 156 – 167).



























BAB IV
MEMBACA TELAH ISI

 Membaca telaah isi dapat dibagi atas:
1) Membaca teliti
2) Membaca pemahaman
3) Membaca kritis
4) Membaca ide.

 MEMBACA TELITI
Jenis membaca ini menuntut suatu pemutaran atau pembalikan pendidikan yang menyeluruh.
Membaca teliti membutuhkan sejumlah keterampilan antara lain:
1) Survei yang cepat untuk memperhatikan/ melihat organisasi dan pendekatan umum.
2) Membaca secara seksama dan membaca ulang paragraf-paragraf untuk menemukan kalimat-kalimat judul dan pencarian penting.
3) Penamuan hubungan setiap paragraph dengan keseluruhan tulisan/srtikel.

 Membaca Paragraf dengan Pengertian
Sebuah paragraph yang tertulis rapi biasanya mengandung sebuah pikiran pokok (central thought). Kadang kadang, kata pikiran pokok tersebut di ekspresikan dalam suatu kalimat judul (tofic sentence). Pada awal paragraph.
Sejumlah cara untuk mengembangkan pikiran pokok suatu paragrap:
a) Dengan mengemukakan alasan-alasan
b) Dengan mengutamakan perincian-perincian
c) Dengan mengetengahkan satu/lebih contoh
d) Dengan memperbandingkan/mempertentangkan dua hal. (Albert (et al) 1961a : 35)
a. Pengembangan paragraf adalah mengemukakan alasan
b. Pengembangan paragraf dengan mengutarakan perincian
c. Pengembangan paragraf dengan mengetengahkan contoh
d. Pengembangan paragraf dengan perbandingan/ pertentangan.

 Membaca Pilihan Yang Lebih Panjang
Kemampuan untuk menghubung-hubungkan paragraf tunggal dan kelompok -kelompok paragraf denagn penggalan keseluruhan tulisan sangat penting dalam membaca teliti. Begitu pula kemampuan untuk membeda-bedakan, antara paragraf-pragraf yang memuat serta menyajikan ide-ide utama dan paragraf-paragraf semata-mata hanya menguraikan atau menerangkan ide-ide dalam paragraf –paragraf yang terdahulu.
(Albert (et al) 1961a :44).
Pada dasarnya pegajaran bahasa Indonesia dilembaga-lembaga pendidikan dilaksankan tidak saja oleh guru-guru bahasa Indonesia tetapi juga oleh guru-guru mata pelajaran lain. Oleh akrena itu setiap gruru harus memiliki penguasaan bahasa Indonesia secara baik dan benar, yang juga diperlukannya untuk menyajikan mata pelajaran yang diasuhnya.( pokok-Pokok Pikiran Pembaharuan Pendidikan Nasional 979 : 24 - 25).
 Membuat Catatan
Proses actual pembuatan catatan tersebut akan membantu kita dalam tiga hal penting yaitu:
a) Menolong kita untuk memahami apa yang kita baca/ kita dengar
b) Membuat kita terus-menerus mencari fakta-fakta d aide-ide yang penting.
c) Membantu ingatan kita. Mencatat fakta-fakta serta ide-ide yang penting.
a. Mengenai bacaan:
Ada baiknya memperhatikan serta mengingat hal-hal berikut;
1) Bacalah sekilas seluruh kutipan sebelum catatan.
2) Tentukan apakah kita perlu mencatat sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya.
3) Buatlah catatan dengan kata-kata sendiri.
4) Kembangkan system sendiri mengenai singkatan dan penggalan-penggalan singkat yang dapat dipergunakan untuk menghemat waktu.
5) Kalau mengutif bahan pakailah tanda-tanda kutipan, catatalah sumber kutipan itu dengan jelas.
6) Buatlah catatan-catatan yang jelas dan tepat.
7) Setelah selesai membuat catatan itu, periksa kembali semua hal penting, telaah tercatat.
Dapat juga butir-butir yang penting itu digaris bwahi, agar mudah melihat serta mengingatnya. (Albert (et al) 1961a 43 – 44).
b. Menandai buku
Mortimer J.Adler pernah menulis sebuah artikel yang berjudul “How to mark book”
Yang dibuat dalam the Saturday review literature. Artikel itu memuat 20 butir yang ada sangkut pautnya dengan penandaan sebuah buku.

 Dalam Kelas
Adapula saatnya guru kita ingin menyampaikan informasi melebihi yang tertera didalam buku pegangan (text book) dan mempergunakan pendekatan kuliah (lecture approach) Dalam situasi seperti itu perlu diperhatikan hal-hal berikut:
a) Jangan berusaha mencatat/merekam segala sesuatu yang dikatakan oleh guru.
b) Dengarkanlah benar-benar isyarat-isyarat yang diberikan oleh guru
c) Kalau kehilangan/lupa mencatat hal yang penting tinggalkanlah suatu spasi dalam buku catatan anda dan jalan terus
d) Perhatikan kembali seluruh catatan tersebut untuk memasukan serta menanamkan ide-ide yang penting ke dalam ingtan.
 Menelaah Tugas
Agar para siswa dapat menyelesaikan serta menelaah tugas itu denanbaik, mereka seyogyanya telah dibiasakan dengan cara studi “SQ3R”; adalah :
a. Survei (penelitian, pendahuluan)
b. Question (tanya)
c. Read (baca)
d. Recite ( menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri)
e. Review ( tinjau kembali)



 MEMBACA PEMAHAMAN
Atau biasa disebut reading for understanding, maksudnya adalah; sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami:
1) Standar-standar atau norma kesastraan (literary standar)
2) Resensi kritis (critical revew)
3) Drama tulis (printed drama)
4) Pola-pola Fiksi ( Pattern of fiction )
 Standar kesusastraan
Para penulis kreatif dalam bidang-bidang fiksi, drama, puisi, biografi, otobiografi, esei popular, dan sebagainya memiliki beberapa pengalaman hidup yang hendak disampaikannya kepada para pembaca.
Sebagai seniman kreatif, pengarang sangat sensitive terhadap kekuatan dan keindahan kata-kata .
Kesusatraan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara antara lain:
 Puisi / prosa
 Fakta / fiksi
 Kalsik/ modern
 Subjektif/objektif
 Eksposisi/normatif.
Dinegara-negara yang sudah maju seperti Amerika serikat, artikel-artikel yang baik mengenai sastra secara teratur disajikan dalam terbitan berkala The Saturday Review, Collage English, dsb.
Masyarakat dapat membacanya secara teratur. Pertumbuhan muncul dari pengukuran pendapat kita sendiri terhadap para penulis dan karyanya melawan pendapat para ahli tersebut. (Salisbury, 1995:389-390).


 Resensi kritis
Agar tetap mendapat informasi mengenai apa yang dipikirkan serta dituliskan oleh orang-orang besar dalam kehidupan, seseorang dapat membaca resensi-resensi kritis mengenai fiksi maupun yang non fiksi. Tulisan-tulisan singkat seperti itu yang biasanya dapat dibaca dalam beberapa menit mempunyai empat kegunaan, yakni;
a) Mengetengahkan komentar-komentar mengenai kesegaran eksposisi/cerita
b) Mengutarakan komentar-komentar mengenai gaya bentuk,serta penilaian mengenai betapa baiknya tugas tersebut dilaksanakan , dipandang dari segi maksud dan tujuan pengarang.
c) Memberikan suatu rangkuman pandangan, pendirian/ point of view ( isi eksposisi suatu sinopsis poa umum cerita yng secara seksama tidak dapat membeberkan hasil-hasilnya)
d) Mengemukakan fakta-fakta untuk menunjang pertimbangan dan penilaiannya serta analisis isi dengan jalan jalan mengutip/menunjuk secara langsung pada karakter-karakter situasi-situasi dan bahkan halaman-halaman tertentu dalam buku/artikel itu.
Resensi-resensi buku merupakan bentuk yang sangat penting dan bentuk-bentuk komunikasi itu yang baru. Memnag pada masa lalu referensi merupakan bagi sarjana, tetapi pada masa kini telah menjadi sarjana penting bagi pendidikan. (Bachelor, Henry, and Salisbury, 1951 : 299; Salisbury, 1955 : 402-403).
Sekali dilengkapi dengan ide-ide mengenai bahan-bahan bacaan dapat berinteraksi secara menyenangkan dengan minat dan kemampuan para remaja, guru, dengan mudah akan dapat mendorong mereka membacanya. (Kepple, 1973 : 57).
 Drama Tulis
Sepanjang ada kaitannya dengan masalah apresiasi, masalah pengertian dan penghargaan, ada dua cara untuk menikmati sandiwara/ drama;
 Adalah pada tingkatan aksi primitive, dalam hal ini penonton/ pemirsa bergetar karena ketegangan. pada tingkatan ini media visual seperti komikstrip, gambar hidup, film televise, memang lebih mudah daripada membaca, karena sedikit imajinasi yang dibutuhkan.
 Tingkatan individual yang bersifat interpreatif dalam hal ini pembaca menarik kesimpilan-kesimpulan, menvisualisasikan, tokoh-tokoh memproyeksikan akiabat-akibat serta mengadakan interprestasi- interprestasi. ketika dia membaca membawa kesempurnaan pengalamanya sendiri pada bacaan itu.
Semua yang diutarakan diatas tadi merupakan alasn-alasan mengapa membaca lakon (play reading) merupakan suatu yang baik terhadap kemampuan / kedewasaan imajinatif seseorang.
Dengan bantuan sarana seperti itulah, seorang pembaca yang baik dapat menghayati serta menghidupkan sutau drama tulis ataupun printed play (Salisbury, 1995 :404-405).
Suatu sikap yang kritis logis terhadap drama antara ain mengerti akan;
 Prinsip-prinsip kritik drama
 Unsure-unsur drama
 Jenis-jenis drama
 Prinsip-prinsip kritik drama
Pada abad ke -18, seorang dermawan jerman yang bernama Goethe memformulasikan tiga prinsip kritik drama:
 Apakah yang hendak dilakukan oleh seniman
 Betapa baikah dia melakukan itu
 Bermanfaatkah hal itu dilakukan
 Unsur-unsur drama:
 Plot
 Karkteristik
 Dialog
 Aneka sarana kesusatraan.
 Jenis-jenis drama:
 Tragedy
 Komedi
 Melodrama
 Farce
 Pola-pola fiksi
a. Pengertian fiksi
Merupakan penyajian/ presentasi cra seorang pengrang memandang hidup ini. Atau menurut (Brooks, Purser and Warren, 1952 : 9) fiksi adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis, dengan penunjuk khusus/ penenkanan khusus pada segi sastranya.
b. Fiksi dan non fiksi,
Kesimpulannya ialah bahwa cerita non fiksi bersifat aktualitas. Maksudnya ; aktualitas adalah; apa-apa yang benar terjadi , sedangkan realitas; apa-apa yang sedang terjadi. (Tarigan; 1978 : 7-8).
c. Unsur-unsur fiksi
Uraian secara terperinci dapat dibaca pada buku lain yang berjudul “Prinsip – Prinsip Dasar Fiksi” ( Tarigan, 1978b).
 Tema
Setiap cerita mempunyai tema/ dasar yang merupakan tujuan penulis melukiskan watak para pelaku dalam ceritanya dengan tema tersebut.
 Plot
d. Situasion adalah; pengarang mulai melukiskan keadaan
e. Generating circumstance ; peristiwa yang bersangkut paut mulai memuncak
f. Climaks; peristiwa-peristiwa mwncapai klimaks
g. Denociement; pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa (Lubis, 1960 : 16-17)

 Pelukisan watak
Para pengarang seyogyanya harus dapat melukiskan rupa, pribadi, atau watak, para tokoh, serta dapat membuat pelukisan watak tokoh dengan sebaik-baiknya.
 Konflik
Yang termasuk keanekaragaman konflik antara lain;
a) Manusia dan manusia
b) Manusia dan masyarakat
c) Manusia dan alam sekitar
d) Suatu ide dan ide lain
e) Seseorang dan kata hatinya, dengan das ich –nya.
 Latar
Secara singkat, setting adalah latar belakang fisik unsur tempat dann ruang dalam suatu cerita “ The physical background, the element of place , in a story”. ( Brooks, Puser and Waren; 1952 : 819).
 Pusat ( focus/focus);
• Pusat minat (focus of interest)
• Pusat tokoh (focus of character)
• Pusat cerita (focus of narration) ; ( Brooks and Warren; 1959 : 65).
 Jenis-Jenis Fiksi;
 Berdasarkan bentuk;
• Novel
• Novelette
• Short story (cerpen)
• Short short story (cerita singkat)
• Vignette
 Berdasarkan isi;
• Impresionisme
• Romantik
• Realisme
• Sosialis – realism
• Naturalism
• Ekspresionisme
• Simbolisme; ( Lubis; 1960 : 38 – 45)
 Berdasarkan kritik sastra
Menurut Robert Liddel pembagiannya sebagai berikut:
 Novel yang menurut kritik sastra serius;
Novel yang baik
Novel yang mungkin saja baik
 Novel-novel yang berdada dibawah taraf kritik sastra yang serius;
Taraf sedang
Taraf rendah
 Pertanyaan-pertanyaan pembimbing Meresensi fiksi;
Tema
Point of view
Tokoh
Plot
Bahasa

 MEMBACA KRITIS
Atau biasa disebut critical reading adalah; Sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, evaluative, serta analisis dan bukan mencari kesalahan. (Albert ( et al) 1960 : 1).
Pada umumnya membaca kritis ( membaca interpreatif ataupun membaca kreatif) menuntut para pembaca agar:
 Memahami maksud penulis
 Memanfaatkan kemampuan membaca dan berfikir kritis
 Memahami Organisasi Dasar Tulisan antara lain:
 Pendahuluan
 Isi
 Kesimpulan
 Menilai Penyajian Pengarang
Pertanyaan tersebut diajuakan dari berbagai segi antara lain:
 Informasi
 Logika
 Bahasa
 Kualifikasi
 Sumber-sumber informasi yang dipergunakan oleh pengarang.
 Menerapkan Prinsip-prinsip kritis Pada Bacaan Sehari-hari
Sebagai tambahan terhadap hal-hal umum yang telah diutarakan para pembaca yang berpengalaman juga harus memperhatikan hal-hal berikut:
 Penyensoran tersembunyi (hidden cencorship)
 Posisi (position)
 Meningkatkan Minat Membaca
Untuk meningkatkan minat membaca pelu melakukan hal sebagai berikut:
 Menyediakan waktu untuk membaca
 Memilih bacaan yang baik
 Prinsip-prinsip Pemilihan Bahan bacaan:
 Buku-buku yang pantas dibaca
 Norma-norma kritik
Secara singakat hal tersebut dapat dipertimbangkn dan dipikirkan dibawah tiga judul, yakni:
 Norma - norma estetika
Dapat dikatakan bahwa suatu buku itu mempunyai tuntutan –tuntutan estetika kalau:
• Karya itu menghidupka ilmu pengetahuan kita
• Karya itu membantu kita hidup secara lebih mendalam dan kaya
• Karya kita membawa kita lebih akrab dengan kebudayaan kita.
 Norma-Norma Sastra
Suatu upaya kreatif dapat dianggap/ diakui sebagai karya seni kalau :
 Karya itu membuat kita merealisasikan beberapan kebenaran mengenai dunia sekitar kita
 Karya itu bebas dari / tidak terikat pada waktu dan tempat
 Karya itu merupakan sesuatu yang indah/ it is a thing of beauty.
 Norma – norma Moral
Memang harus diakui bahwa tidak selalu mudah menentukan apakah sebuah buku tertentu melebihi realism yang sah dan logis, dan jatuh kedalam keas yang menyerang moral; mka sebagai pembaca, merupakan tanggung jawab kita untuk berhati-hati melindungi kesuacian intelek serta hati sendiri. (Albert (et al); 1961c : 19-13).
 Membaca majalah:
 Tingkat –tingkt tuntutn / daya pikat
 Analisi komparatif terhadap dua artikel:
• Bacalah sekilas kedua artikel itu untuk survey
• Apakah topic setiap artikel
• Artikel yang manakah yang dianggap ditulis dengan baik
• Apakah salah satu artike kelihatan mengubah fakta-fakta untuk menolak mendukung kasusnya
• Perhatikan asumsi-asumsi dasar kedua penulisan itu
• Apakah anda piker kedua penulis itu memperhatikan perhatian-perhatian umumyng sama dalam kehidupan pribadi mereka
• Apakah salah seoran penulis mempergunakan kata-kata yang mengandung nilai-nilai emosioanal/konotatif yang dapat mempengaruhi pembaca untuk menerimanya /menentang kedudukannya.

 MEMBACA IDE (Reading for Ideas)
Adalah; sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdafat pada bacaan.
Semua bahan bacaan ini merupakan sumber topic bagi diskusi, percakapan, penuturan, cerita, penjelasan, laporan, serta kegiatan-kegiatan lisan dan tulisanlainnya. Sumber bahan / saluran bagi komunikasi berikutnya dan mendatang merupakan fungsi utama membaca (Dawson (et al); 1963 : 80).
Lebih terperinci, apabila kita membaca untuk mengetahui; mengapa hal itu merupakan suatu judul / topic yang baik, masalhnya apa yang terdapat dalam cerita itu, apa yang dipelajari oleh sang tokoh, dan merangkumkan apa yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai maksudnya. Kegiatan serupa itu disebut “Reading For Min Ideas”/membac untuk mencari ide-ide penting. (Anderson, 1972:214).
Berikut ini akan diperbincangkan apa yang disebut pembaca yang baik:

 Pembaca yang baik tahu mengapa dia membaca; dua bauh maksud yang paling umum:
 Mencari informasi
 Menikmati bacaan
 Pembaca yang baik memahami apa yang dibacanya
 Pembaca yang baik ahrus menguasai kecepatan membaca, dan dia harus mengetahui bebrapa hal sebagai berikut:
 Membaca sekilas
 Membaca dengan cepat (to scan)
 Membaca demi ksenangan
 Membaca secara serius bahan-bahan penting dan tidak akan kehilangan sesuatu hal.
 Pembaca yang baik harus mengenal media cetak; yang meliputi:
 Papersback ( buku saku, berjilid, tipis, kulit kertas)
 Media grafika (komik, kartun, foto, diagram,peta, dll)
 Majalah
 Surat kabar (cf. Salisbury: 1955 : 317 – 80).




BAB V
MEMBACA TELAAH BAHASA

 MEMBACA TELAAH BAHASA
Mencakup:
a. Membaca Bahasa asing/ foreign language reading
b. Membaca Sastra/literary reading

 MEMBACA BAHASA
Tujuan utama pada membaca bahasa ini antara lain:
 Memperbesar daya kata /increasing word
 Mengembangkan kosa kata/developing vocabulary
Uraian-uraian berikut mengutarakan sejumlah saran praktis yang akan dapat menolong kita untuk memperkaya kosa kata dan memperbesar daya kata kita secara sadar dan secara konsisten tetap antara lain:
 Memperbesar daya kata
 Ragam-ragam bahasa
 Mempelajari makna kata dari konteks
 Bagian-bagian kata
 Penggunaan kamus
 Makna-makna varian
 Idiom
 Sinonim dan antonim
 Devitasi

 Ragam-Ragam Bahasa
Pada garis besarnya bahasa dapat dibagi menjadi 5 bagian yaitu:
 Bahasa formal/resmi
Yaitu; bahasa yang digunakan pada saat-saat resmi, oleh orang-orang yang dianggap mempergunakan bahasa yang terbaik.
Misalnya:
 Pada saat pidato kenegaraan
 Kuliah di perguruan tinggi
 Tulisan-tulisan akademis
 Tesis
 Disertasi
 Buku-buku pegangan
 Khotbah-khotbah resmi.
 Bahasa Informal/ bahasa tidak resmi
Yaitu; bahasa yang digunakan pada situasi-situasi yang tidak resmi.
Bahasa formal dan bahasa informal diklasifikasikan sebagai bahasa standar atau bahasa baku.
 Bahasa percakapan atau colloquial language
Adalah; Bahasa yang umum dipakai dalam percakapan, bahasa yang telah biasa dipakai dari kecil. Beberapa diantaranya bersifat fragmen secara ketatabahasaan tidak lengkap.
 Bahasa kasar/ vulgar language disebut juga bahasa yang tidak baku atau bahasa yang buta huruf atau bahasa orang yang tidak berpendidikan.
 Bahasa slang
Yaitu; bahasa yang ditujukan pada kelompok-kelompok khusus serta terbatas.
 Bahasa teknik/ technical language
Yaitu; bahasa yang dipakai pada profesi-profesi tertentu.
Seperti: Dokter, Hakim, Insyinyur,dll.

 Mempelajari Makna kata dri Konteks
Ada dua cara yaitu ; memlalui pengalaman dan melalui bacaan.
Ada beberapa cara konteks yang dapat mencerminkan makna sesuatu kata. Antara lain:
 Konteks dapat membatasi kata
 Konteks dapat memasukan suatu perbandingan/ pertentangan suatu komparasi atau kontras yang dapat menolong kita memahami makna.
 Suasana( mood atau sence); bagian sebagai suatu keseluruhan dapat mencerminkan makna kata.
Pada umumnya metode-metode ilmiah beroperasi melalui langkah-langkah sebagai berikut:
• Pengumpulan data
• Pengklasifikasian data
• Pembentukan hipotesis-hipotesis
• Memeriksa dan menguji benar atau tidaknya hipotesis
• Penetapan prinsip-prinsipilmiah baru yang konsekuen.
Dengan perkataan lain, ilmu pengertahuan modern menitikberatkan penerimaan prisip-prinsip yang bersumber dari observsi serta pemilihan data yang objektif , tidak berat sebelah , bersifat luas atau ekstensif. (Tarigan; 1977 : 1).

 Bagian-Bagian Kata
Bagian-bgian kata terdiri atas bagian-bagian berikut, antara lain:
 Prefiks ( awalan )
 Root ( akar atau dasar kata)
 Sufiks ( akhiran )
 Infiks ( Sisipan )

 Penggunaan Kamus
Kamus adalah rekaman kata-kata yang membangun sesuatu. Bahasa adalah sesuatu yang hidup, tumbuh , berkembang, dan berubah.
Kamus akan mengatakan sesuatu benar atau tidak. Dari kamus kita dapat belajar bentuk, jenis, dan kekerabatan kata.


 Aneka Makna
Kita harus memiliki suatu kebiasaan memperlihtkan makna-makna yang berbeda yang dikandung dalam sesuatu kata.
Kita harus paham akan homonim, yaitu; kata-kata yang sama bentuk bunyinya, tetapi berlainan makna.

 Idiom ( Ungkapan)
Adalah; kelompok kata yang mengandung makna khusus. Idiom merupakan ekspresi yang tidak dapat dimengerti dari makna terpisah, mkna sendiri-sendiri, setiap kata dalam kelompok itu. Kata-kata itu harus diperlakukan “sebagai suatu keseluruhan”.
Contoh:
 Buah baju = kancing
 Buah ratap = isi ratapan kata-kata yang diungkapkan sambil menangis.
 Buah tangan = oleh-oleh
 Buah pinggang = ginjal.
( Badudu; 1975 : 51-52).

 Sinonim dan Antonim
Sinonim adalah; kata-kata yang mempunyai makna umum yang sama/ bersamaan
( Barret; 1956 : 302 ), tetapi berbeda dalam konotasi atau nialai kata.( Perrin; 1968 : 348).
Contoh:
 Mati = meninggal dunia
Wafat
mampus
Antonim adalah; kata-kata yang berlawanan maknanya ( Albert ( et al) ; 1961a : 81 ).
Contoh :
Kaya = miskin
Pintar = bodoh
Cantik = jelek


 Konotasi
Dalam kamus, kiata akan mendapati eksplisit makna harfiah setiap kata yang kita cari. Akan tetapi, acap kali pula, kata-kata mengandung suatu konotasi tambahan, yaitu; bahwa kata-kata tersebut bermakna lebih dari yang dikatakannya.
Konotasi atau nilai kata ini cenderung menyentuh hati kita secara mendalam dan membangkitkan arus-arus dalam yang terpendam yang kadang-kadang memesona kita dengan kejutan.
Setiap kata mempunyai arti pusatb dan tambahan ; mempunyai denotasi dan konotasi. Kalau denotasi mengacu pada batasan harfiah sesuatu kata, kepada makna yang disepakati oleh kebanyakan orang, sedangkan konotasi mengacu kepada segala sesuatu yang disarankan oleh sebuah kata: selera emosionalnya, nadanya yang menenangkan atau tidak, dan sebagainya. ( Moore; 1966 : 213 ; Perrin ; 373-374).
Penguasaan serta pemahaman konotasi kata-kata sangat diperlukan bagi pembaca agar memperoleh sukses yang lebih baik dalam usaha peningkatan daya kata.

 Devirasi kata
Telaah mengenai asal-usul kata, misalnya; Astronomy,n (GK. Astron, a star + nemein, to arrange).
Astronomy berasal dri bahasa Greek, bahasa Yunani dan terdiri dari dua bagian : (1) Astron berarti bintang, dan (2) nemein yng berarti menyusun, menata. Jadi Ilmu astronomy adalah; suatu ilmu yang menelaah bintang tata surya (Albert ( et al) ; 1961a : 86).

 Mengembangkan Kosa Kata Kritik.
Dalam upaya mengembangkan kosa kata kritik ini, kita perlu mengetahui beberapa hal, antara lain:
 Bahasa kritik sastra
 Memetik makna dari konteks
 Petunjuk-petunjuk konteks.

 Bahasa Kritik sastra
 Kebanyakan kata dalam pemakaian umum mengandung lebih dari satu makna.
 Kita tidak akan pernah memperoleh segala makna dari sesutau kata dalam pertemuan dengannya.
 Memetik Makna Dari Konteks
 Makna yang bersifat menunjukan ( designative meaning )
 Makna konotatif ( connotative meaning )
 Makna denotatif ( denotative meaning)
 Makna Denotatif; sesuatu kata atau segala yang sering kita sebut denotasinya adalah sesuatu atau segala yang dapat diterapi oleh kata tersebut. Makna denotatif ini juga disebut makna ekstensional ( extensional meaning ), yaitu; segala sesuatu dalam dunia pengalaman yang dapat dilukiskan atau diwakili oleh suatu lambang.
 Makna Designative
Suatu kata adalah jumlah karakteristik yang harus dimiliki oleh benda tertentu kalau kata itu diterapkan padanya. Bandingkan misalnya makna-makna denotatif dan designatif “kata suami” , secara denotatif berarti pak Tariga , dan setiap suami lainnya di dunia. Secara designatif berarti; manusia pria yang telah mengawini seorang istri yang hidup.
 Makna Konotatif
Sesuatu kata adalah segala sesutau yang disarankan, dianjurkan.oleh karena itu; segala sesuatu yang teringat atau yang diingatkan kalau kita memikirkan Sesuatu yang diminati oleh kata itu.
Kata “suami” misalnya; membuat kita berpikir atau teringat pada tanggung jawab.
 Petunjuk- Petunjuk Konteks
Secara garis besarnya, terdapat lima cara konteks mencerminkan makna, yaitu:
 Definisi atau batasan
Metode yang paling jelas dan langsungn mencerminkan makna adalah dengan batasan atau definisi pada saat itu juga.
Contoh: sekarang dia sedang memperdalam ilmu pengetahuannya mengenai psikolinguistik.
Suatu pendekata gabungan antara psikologi dan linguistic terhadap telah belajar behasa-bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang berhubungn yang kurang begitu dapat dicapai terhadap saah satu ilmu itu secara terpisah.
( Lado ; 1976 : 220 ).
 Contoh
Kadang- kadang, seorang penulis mengemukakan satu atau lebih contoh untuk memperlihatkan makna apa yang hendak dimaksudkanbagi kata itu.
Contoh : Dalam bahasa simanulung, kita menjumpai sejumah prefis pembentuk kata kerja seperti man-,I-,par-,pa-,tar-, (Tarigan 1977 : 35 ).
 Uraian Baru (restatement)
Seorang penulis menggunakan suatu istilah atau frase dengan jalan menerangkan dengan cara lain, dengan suatu uraian.
Untuk menunjukan suatu ide dengan mempergunakan parenthesis, tanda kurung atau tanda pisah.
Contoh : Morfologi (pemerian morfem-morfem dan pola-pola pembentukan kata-kata).
 Menggunakn Pengubah (Modifier)
Adakalanyadalam suatu frase atau klausa pengubah, seorang penulis memperkenalkan maknasesuatu istilah.
Contoh : Kedatangannya sebagai seorang linguis, seorang spesialis dalam telaah sistematis mengenai struktur dan pemungsian bahasa-bahasa.
 Memepergunakan Kontras
Suatu pertentangan yang akan memudahkan pembaca enguraikan serta menagkap makna sesuatu kata baru.
Contoh : kedua orang tua itu memang gigih, rajun, tabah dalam mencapai cita-cita.



 MEMBACA SASTRA
Keindahan suatu karya sastra tercermin dari keserasian, keharmonisan antara keindahan bentuk dan keindahan isi. Dengan kata lain, suatu karya sastra dikatakan indah kalau baik bentuknya maupun isinya sama-sama indah, terdapat keserasian, keharmonisan antara keduanya.
Untuk itu diperlukan norma-norma antara lain: norma-norma estetika, sastra, dan moral.
 Bahasa Ilmiah dan Bahasa Sastra
 Gaya Bahasa
Pembicaraan gaya bahasa iniakan dibtasi pada hal-hal yang umum saja, antara lain:
 Perbandingan yang mencakup metapora, kesamaan dari analogi
 Hubungan, yang mencakup metonimiadan sinekdoke
 Taraf pernyataan yang mencakup hiperbola, litotes, dn ironi ( Perrin ; 1968 : 350-3)
 Perbandingan
 Metapora , adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi.
Contoh : Mereka ditimpa celaka
Aku terus memburu untung
 Kesamaan berbeda dari metaporadalam hal: kalau metapora menyatakan secara tidak langsung adanya kesamaan antara dua hal, gaya bahasa kesamaan atau persamaan menyatakan serta menegaskan bahwa yang satu sama dengan yang lain: biasanya mempergunakan kata-kata seperti atau sebagai dan sejenisnya.
Suatu gaya bahasa kesamaan adalah suatu komparasi antara dua hal atau benda yang pada dasarnya tidak sama, tetapi mungkin saja secara menyolok sama dalam beberapa hal yang menjelaskan maksud utama penulis.
Contoh :
Para gembala Sarbini adalah orang-orang asli, pendek, konvensional, pendiam, mereka terliaht bak batu-batu mnegeri mereka yang tandus, seperti batu-batu besar, yang agak perasa dikikis masa.

 Analogi
Berlainan dengan metaphor dan kesamaan, biasanya meihat beberapa titik persamaannya, bukan hanya satu saja. Analogi yang sugestif acap kali menekankan sutu ide.
Misalnya;
Saluran-saluran spekulasi politik dan agama sejati di bandung, sampai revolusi besar membebaskn luapan buku-buku dan pamflet-pamflet yang meliputi negeri itu selama 20 tahun, menggali sera memperlebar palung-palung baru saluran pikiran dan pendapat kita mengalir; serta meninggalkannya kalu tidak ada ada sedikitpun membawa emas murni pasir-pasir banjir besar yang menggelora itu.

 Hubungan
Sinekdoke dan metonimia termasuk gaya bahasa hubungan (relationship); kedua-duanya menggantikan nama sesuatu dengan yang lainnya, yang ada hubungannya.
Sinekdoke member nama suatu bagian apabila yang dimaksud adalah keseluruhan; sebalilnya; berjuta mulut harus diberi makan oleh pemerintah.
Metonimia adalah pengunaan satu kata bagi yang lainnya yang dimaksud:
 Materi bagi objek yng terbuat dari padanya
Karet bagi penghapus pensil yang terbuat dari karet
 Pencipta atau sumber sesuatu
Shakespeare buat drama-drama karya Shakespeare; Jawa bagi kopi jawa
 Esuatu kata yang ada hubungannya yang erat dengan dengan objek
Tribun pagi penonton
Metonimia, suatu gaya bahasa umum ( baik dalam pemakain formal maupun general ) mengambarkan salah satu cara perubahan makna kata.
Penggunaan Mahkota bagi raja , hati bagi keberanian dan simpati, serta pengunaan berates-ratus kata lainnya yang bersamaan dengan itu telah member makna-makna sekunder yang pasti terhadap kata-kata tersebut.
 Pernyataan
Dari segi tarafnya, pernyataan ini dibagi atas tiga jenis yaitu:
 Pernyataan yang berlebih-lebihan ( overstatement; atau hiperbola)
 Pernyataan yang dikecil-kecilkan(Litotes)
 Ironi
• Hiperbola adalah; sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan, yang dilebih-lebihkan, dengan maksud member penekanan pada suatu pernyataan atau situasi. Untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa ini dapat melibatkan frase, kalimat.
Contoh:
Sempurna sekali tiada kekurangan apapun buat pengganti baik atau cantik.
• Litotes kebalikan dari hiperbola adalah; sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya. Misalnya; untu merendahkan diri
Contoh :
Mohammad Ali bukablah petinju yang jelek
• Ironi ( atau ejekan)
Adalah sejenis gaya bahasa yang mengimplikasikan ( menyatakan secara tidak langsung) sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanyabertentangan dari apa yang sebenarnya dikatakan itu.
Ironi ringan merupakan suatu bentuk humor, tetapi ironi keras; biasanya merupakan suatu bentuk sarkasme atau satire, walaupun pembatasan yang tegas antara hal-hal itu sangat sukar dibuat dan jarang sekali memuaskan orang.
Contoh berikut ini melukiskan sekaligus litotes dan ironi:
Suatu revolusi senantiasa dibedakan oleh ketidaksopansantunan, barangkali karena penguasa tidak mau bersusah-susah dalam hal yang baik untuk mengajar orang-orang sikap-sikap terpuji. ( Perrin ; 1968 : 353
DAFTAR PUSTAKA

Albert;Brother H. (et.al) 1961b. English Art and Skills (Grade 10). New York: The Macmillan Company
Albert;Brother H. (et.al) 1961b. English Art and Skills (Grade 11).
Albert;Brother H. (et.al) 1961b. English Art and Skills (Grade 12).
Anderson: Paul S. : 1972. Language Skills in Elementary Education. New York : Macmillan Pubishing Co. , Inc.
Badudu: J.S.: 1975. Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
Barbe; Walter B. and Abbott; Jerryl. 1975. Personalized Reading Instruction. West Nijack N.Y.: Parker Publishing Company, Inc.
Brooks; Nelson: 1964. Language and Language Learning. New York: Harceut, Brace and World, Inc.
Broughton; Geoffferey (et. Al.) : 1978. Teaching English as a Foreign Language. London : Routledge. Kegan Paul.
Cole; Percibal R. : 1950. The Method Tehnique of teaching. London: Oxpord University Press.
Dowson; Mildred A. (et. al. ) : 1963. Guiding Language Learning. New York: Harcourt. Brace & World, Inc.
Kipple; Theodore W.: 1973. Teaching English in Secondary School. New York: The Macmillan Company.
Lubis; Mochtar: 1960. Teknik Mengarang. Jakarta: Baai Pustaka.
Moore: Robert Hamilton: 1960. Effective Writing. New York: Harcourt: Brace and World, Inc.
Moulton; Wiliam G. 1970 : A. Linguistic Guide to Languge Leraning. New York: Modern Language Association of America.
Notosusanto; Nugroho 1957: Tjerita Pendek Dalam Sastra Indonesia Modern. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia ( Kenangan Dies Natalis VII), 1957.
Perrin; Porter G. 1968: Writers Guide and Index to English. Chicago: Scott, Foresman and Company.
Salisbury; Rachel 1975: Better Language and Thinking. New York: Appleton-Century, Inc.
Tarigan; HenryGuntur 1977 : Prinsip-prinsip Dasar Drama. Bandung; FKSS -IKIP.
Tarigan; HenryGuntur 1978b : Prinsip-prinsip Dasar Fiksi. Bandung; FKSS -IKIP.
Tarigan; HenryGuntur 1978 : Prinsip-prinsip Dasar Fiksi. Bandung; FKSS -IKIP.

About Me

Foto Saya
Teni Setiani
ciamis, jawa barat, Indonesia
Motto hidup saya adalah "Tidak ada kata terlambat untuk bangkit, ayo berjuanglah !!!"
Lihat profil lengkapku